Pertikaian yang melibatkan Kediri versus Singasari dan kemudian melahirkan Majapahit, menurut Pramoedya Ananta Toer dalam Arok-Dedes, tidak lepas dari dukungan tokoh agama yang beda aliran, antara pemuja Siwa dan pemuja Wisnu.
Majapahit sendiri besar karena menyerang dan menaklukkan kerajaan-kerajaan lain yang kemudian penaklukkan itu dipuji sebagai upaya mempersatukan Nusantara.
Kerajaan Demak pun eksis setelah Majapahit runtuh, meski orang berbeda pendapat apakah runtuhnya Majapahit karena serangan Demak atau karena pertikaian internal Majapahit yang diakhiri oleh Demak dengan mengalahkan sisa kekuasaan Majapahit di Kediri (Lihat Guillot dan Kalus, 2008).
Baca Juga:Kejagung Periksa Mantan Komisaris BRTI Terkait Kasus Dugaan Korupsi Pengadaan Satelit, Status Sebagai SaksiPasar di Bogor Jual Minyak Goreng Harga Eceran Tertinggi Rp14.000, Ketersediaan Masih Terbatas
Berdirinya Demak dan runtuhnya Majapahit tidak terjadi dalam proses singkat. Demak sudah eksis pada tahun 1478, namun sisa Majapahit di Kediri dikalahkan Demak tahun 1527 Masehi.
Slamet Muljana menyebut bahwa Raja Majapahit terakhir, Prabu Kertabhumi yang berkuasa tahun 1474-1478. Raja ini dikalahkan Demak lalu ditawan dengan hormat di Demak. Kota Majapahit tidak dihancurkan tapi diperintah oleh orang Tionghoa Noo Lay Wa sampai tahun 1486 dan digantikan oleh Girindrawardhana, menantu Kertabhumi, yang berkuasa di Majapahit, Dhaha dan Jenggala. Namun Girindrawardhana kemudian membuat persekutuan dengan Portugis dan Tiongkok sehingga diserang Demak hingga Majapahit runtuh tahun 1527 Masehi.
Namun, Tome Pires dalam kunjungannya ke Tuban tahun 1513 bertemu dengan pejabat Tuban dan mendengar kisah kehebatan Patih Majapahit dengan 200 ribu tentara. Informasi tersebut menyangkut beberapa kali konflik bersenjata antara Majapahit dengan penguasa-penguasa muslim di Pantura tanpa spesifik menyebut Demak. Pada tahun 1513, pasukan Majapahit masih mampu mengalahkan Juwana, sebagai salah satu kekuatan lokal selain Demak.
De Graaf juga melihat bahwa penaklukan atas Majapahit tahun 1927 tidak hanya dilakukan oleh Demak, tetapi oleh para penguasa muslim lokal dengan komandan penghulu Masjid Demak ke-4 dan dilanjut Penghulu ke-5, yaitu Sunan Kudus. Sultan Trenggana, yang mengangkat diri sebagai Sultan pada tahun 1524, ditahbiskan sebagai raja Demak pengganti kekuasaan Majapahit.
Pires juga menceritakan bahwa pada saat ia berkunjung ke Tuban, Raja Majapahit yang bergelar Bhatara masih ada. Raja tersebut digambarkan sebagai sosok yang gagah dan jarang terlihat di muka umum. Tugas-tugas kerajaan diemban oleh Panglimanya. Jadi, pada tahun 1513, kerajaan Majapahit masih eksis dan kuat.