SERAT Darmogandul adalah salah satu karya Jawa baru yang kontroversial. Bersama Suluk Gatoloco dan Babad Kadhiri, Serat Darmogandul dipandang sebagai karya anti Islam. Kebetulan ketiganya muncul dari wilayah Kediri, pada peralihan abad ke-20.
Wisnu, Alrianingrum dan Artono (2017) mencatat bahwa Serat Darmogandul diterbitkan oleh penerbit Tan Khoen Swie tahun 1922, namun penulisannya diduga tahun 1908 Masehi. Mereka melihat kesamaan Serat Darmogandul dengan Babad Kadhiri sehingga menduga bahwa Serat Darmogandul adalah plagiasi atas Babad Kadhiri.
Sebaliknya, dalam catatan belakang Babad Kadhiri, Mangunwijaya berpendapat bahwa Babad Kadhiri bersama dengan Serat Kalamwadi (Darmogandul) adalah cerita pedhalangan yang berakar kepada karya-karya semacam Pustaka Raja, Babad Tanah Jawi dan Babad Demak.
Baca Juga:Kejagung Periksa Mantan Komisaris BRTI Terkait Kasus Dugaan Korupsi Pengadaan Satelit, Status Sebagai SaksiPasar di Bogor Jual Minyak Goreng Harga Eceran Tertinggi Rp14.000, Ketersediaan Masih Terbatas
Babad Kadhiri ditulis Mas Ngabehi Purbawijaya (Jaksa Agung Kota Kediri) dan diselesaian oleh Mas Ngabehi Mangunwijaya dari Wanagiri. Cetakan kedua Babad Kediri dicetak oleh Tan Khoen Swie pada tahun 1932.
Sementara itu, Serat Darmogandul tidak jelas siapa penulisnya. Bagian awal Serat Darmogandul memang mirip bagian awal Babad Tanah Jawi atau Pustaka Raja. Bagian pertemuan antara Sunan Bonang dan Butha Locaya serta bagian bedhah (runtuhnya) Majapahit menunjukkan kesamaan dengan bagian akhir Babad Kedhiri. Percakapan Prabu Brawijaya dan Sabdo Palon menunjukkan kesamaan dengan Ramalan Sabdo Palon dan Naya Genggong, namun percakapan teologis dan tentang agama berbeda.
Ada pun percakapan antara Istri Sunan Ampel dengan Raden Patah sangat mungkin adalah kreasi penulis Serat Darmogandul. Penulis Darmogandul tampak cukup familier dengan karya-karya Jawa, yang tampak pada acuannya di dalam narasi kepada Serat Ambiya dan Serat Manik Maya.
Serat Darmogandul yang menjadi acuan tulisan ini adalah Darmogandul terbitan Tan Khoen Swie Kediri tahun 1957. Di halaman sampul diterangkan bahwa Darmogandul menceritakan ringkasan sejarah jatuhnya Kraton Majapahit, dengan perbandingan Serat Walisana.
Versi berbahasa Indonesia diterjemahkan oleh Purwadi dengan judul: Ramalan Gaib Sabdo Palon dan Naya Genggong. Versi ini langsung dimulai dengan pertanyaan Darmogandul kepada Kyai Kalamwadi tentang bagaimana orang Jawa berubah menjadi muslim. Bagian awal tentang asal usul raja dan berbagai keyakinan tidak dimasukkan dalam versi terjemahnya.