Kesembilan perusahaan tersebut terbukti melanggar pasal 11 UU No.5 tahun 1999, yang melarang pelaku usaha membuat perjanjian dengan pesaingnya untuk mempengaruhi harga dengan mengatur produksi maupun pemasaran barang. Sehingga mengakibatkan praktek monopoli atau persaingan usaha yang tidak sehat.
Dua puluh perusahaan yang teribat kartel minyak goreng tersebut didenda sebesar Rp 1 miliar hingga Rp25 miliar. Praktek kartel ke-20 perusahaan tersebut menimbulkan kerugian bagi konsumen hingga Rp1,5 triliun sepanjang April-Desember 2008.
Kelompok 20 produsen minyak goreng tersebut membawa kasus ini ke pengadilan, untuk melawan keputusan KPPU. Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memenangkan mereka pada 24 Februari 2011, dan memutuskan agar KPPU membatalkan keputusan tentang kartel minyak goreng.
Baca Juga:Mekanisme Pendaftaran SNMPTN 2022, Direktur LTMPT: Baca, Baca, dan Baca LagiAkun Instagram YLBHI Unggah Poster Kesamaan Jokowi dengan Soeharto
Dasar KPPU menjatuhkan hukuman dipandang kurang kuat, karena hanya berlandaskan bukti tidak langsung. Cara tersebut tak dapat digunakan dalam hukum persaingan di Indonesia.
KPPU mengajukan kasasi atas keputusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tersebut ke Mahkamah Agung. Tetapi lagi-lagi KPPU kalah, setelah permohonan kasasi yang diajukan ditolak Mahkamah Agung.
Jadi kalau sekarang kembali muncul dugaan indikasi praktik kartel dalam kekisruhan minyak goreng di Indonesia, itu wajar karena memang pernah terjadi.