Namun, setelah musim haji usai, ia tidak langsung kembali ke tanah air. Di kiblat umat Islam sedunia itu, Nawawi belajar kepada Imam Masjid al-Haram Syekh Ahmad Khatib Sambas, Abdul Ghani Bima, Yusuf Sumbulaweni, Syekh Nahrawi, dan Syekh Ahmad Dimyati. Guru-gurunya yang lain adalah Ahmad Zaini Dahlan, Muhammad Khatib Hambali, dan Syekh Abdul Hamid Daghestani.
Kecerdasan dan ketekunan yang dimiliki Syekh Nawawi mengantarnya menjadi murid terpandang di Masjid Al-Haram atau Masjidil Haram. Bahkan, ketika Syekh Ahmad Khatib Sambas uzur, ia ditunjuk untuk menggantikannya. Sehingga, pada saat itu, Nawawi menjadi imam besar di Masjidil Haram dengan panggilan Syekh Nawawi Al-Jawi.
Semenjak itu, Syekh Nawawi juga mengajar dan mengadakan diskusi ilmiah bagi murid-muridnya yang datang dari berbagai negara di belahan dunia. Syekh Nawawi juga merupakan ulama terpandang di Mekah pada saat itu. Di antara murid-muridnya dari Indonesia adalah para ulama besar yang bahkan nama-namanya diagungkan oleh masyarakat hingga sekarang. Di antaranya, KH Kholil Bangkalan, KH Tubagus Bakri, KH aryad Thawil dari Banten, KH Asnawi Kudus, dan KH Hasyim Asyari dari Jombang yang merupakan tokoh pendiri Nahdlatul Ulama (NU).
Baca Juga:Deteksi Dini Kanker Payudara, Kenali Gejala yang Jarang DisadariNasa Perlihatkan Gambar Permukaan Planet Venus yang Bercahaya
Semasa hidupnya, Syekh Nawawi banyak melahirkan karya-karya luar biasa dan berpengaruh. Seperti misalnya dalam bidang tafsir, ia menulis sebuah kitab Tafsîr al-Munîr li Ma’âlim al-Tanzîl atau Marâh Labîd li Kasyf Ma’nâ al-Qur’ân alMajîd, yang dikagumi oleh ulama di Mekah maupun mesir. Selain itu ia juga banyak berjasa di bidang tasawuf dan akhlak, bidang fikih atau hukum islam, dan bidang tauhid. Bahkan, beberapa sumber menyebut karya-karya yang ditulisnya berjumlah hingga 100 judul buku.
Syekh Nawawi Al-Bantani wafat pada usia 84 tahun di Syeib Ali, yaitu sebuah kawasan di pinggiran Kota Mekah pada 25 Syawal 1879. Sejak 15 tahun sebelum wafat Syekh Nawawi masih aktif menulis buku. (*)