“Agaknya, Hamengkubuwono I berpikir bahwa Pakubuwono IIl tidak akan bertahan lama, karena pada tahun 1755 hampir tidak seorang pun pembesar di Surakarta yang mendukungnya. Akan tetapi, setelah Perjanjian Giyanti, banyak pembesar kerajaan, yang sebelumnya kabur dari istana, kembali ke Surakarta. Untuk pertama kalinya, Pakubuwono III menjadi saingan berat dalam mencari dukungan golongan elite. Hal ini mengawali suasana permanennya perpisahan kedua istana tersebut,” tutup Sejarawan M.C. Ricklefs dalam buku Sejarah Indonesia modern 1200-2004 (2005).
Raden Mas Said akhirnya memperoleh jatah untuk mendirikan Kadipaten Mangkunegaran di Surakarta. Selanjutnya, Kasultanan Yogyakarta juga harus merelakan sebagian wilayahnya kepada Pangeran Natakusuma, salah satu putra Hamengkubuwana I atau adik tiri Hamengkubuwana II, yang melahirkan satu kerajaan lagi bernama Kadipaten Pakualaman. (*)