DEPARTEMEN Luar Negeri AS telah menyetujui potensi penjualan pesawat F-15ID dan peralatan terkait ke Indonesia dalam kesepakatan senilai hingga 13,9 miliar dolar AS atau sekitar Rp199.435.810.000.000, kata Pentagon pada Hari Kamis.
Sebelumnya kemarin, Menteri Pertahanan Indonesia Prabowo Subianto mengatakan Indonesia berencana untuk membeli 42 jet tempur Rafale dalam kesepakatan 8,1 miliar dolar AS atau setara 116.217.990.000.000, sebagai bagian dari serangkaian perjanjian yang juga termasuk pengembangan kapal selam.
Mengutip Reuters 11 Februari, Indonesia disebut tengah berusaha untuk meningkatkan kemampuan armada udaranya, yang saat ini di antaranya memiliki jet tempur AS F-16 dan Sukhoi Su-27 serta Su-30 besutan Rusia.
Baca Juga:Daun dan Pohon Dewandaru, Mistisnya Gunung KawiGubernur Kaltara Gelengkan Kepala Saat Melihat Bangkai Camry yang Tewaskan Putranya, AKP Novandi
Nantinya, Boeing adalah kontraktor utama untuk jet F-15, Badan Kerjasama Keamanan Pertahanan Pentagon mengatakan dalam sebuah rilis. Badan Kerjasama Keamanan Pertahanan Pentagon memberi tahu Kongres tentang kemungkinan penjualan pada Hari Kamis.
Adapun Pentagon mengatakan, paket itu akan mencakup 36 jet, mesin cadangan, radar, pelatihan kacamata penglihatan malam dan dukungan teknis.
Meskipun disetujui oleh Departemen Luar Negeri, pemberitahuan tersebut tidak menunjukkan bahwa sebuah kontrak telah ditandatangani atau bahwa negosiasi telah selesai.
Desember lalu, Kepala Staf TNI AU Marsekal Fadjar Prasetyo memastikan Indonesia akan membeli jet tempur genersai 4,5 Dassault Rafale besutan Prancis dan F-15 besutan Amerika Serikat.
“Kami menginginkan pesawat generasi 4,5 dan menginginkan yang ‘heavy’ atau medium ke atas. Karena saat ini kita sudah ada F-16 sudah ada Sukhoi buatan Rusia,” ujar Marsekal Fadjar ketika itu seperti melansir Antara 22 Desember.
Pilihan kepada jet tempur Rafale dan F-15 juga membuat Indonesia menangguhkan rencana pembelian jet tempur Sukhoi Su-35 dari Rusia.
‘Sukhoi Su-35 dengan berat hati ya kita harus sudah meninggalkan perencanaan itu karena kan kembali lagi dari awal kita sebutkan, bahwa pembangunan kekuatan udara sangat bergantung dari anggaran,” jelas Marsekal Fadjar. (*)