Tim Benediktus sebelumnya telah mengklarifikasi “kesalahan” awal dalam pengajuan mereka ke firma hukum yang bersikeras bahwa Ratzinger tidak hadir pada pertemuan tahun 1980 di mana pemindahan imam ke Munich dibahas. Ratzinger ada di sana, tetapi kembalinya dia ke pelayanan tidak dibahas, kata mereka.
Benediktus mengatakan dia sangat terluka karena “pengawasan” tentang kehadirannya di pertemuan itu telah digunakan untuk “menimbulkan keraguan atas kebenaran saya, dan bahkan menyebut saya pembohong.” Namun dia mengatakan bahwa dia berbesar hati dengan surat-surat dan isyarat dukungan yang dia terima, termasuk dari penggantinya.
Untuk menanggapi laporan yang dirilis firma oleh firma hukum Westpfahl Spilker Wastl (WSW) Benediktus XVI meminta bantuan sejumlah pengacara. Lalu lewat surat resmi Paus emeritus itu mengakui kelalaiannya.
Baca Juga:Respon Tweet ‘Simpanan Tante’, Admin Twitter Kejagung DicopotKontroversi Hak Atas Tanah Guncang Rencana Pemindahan Ibu Kota Baru
Vatikan telah dengan tegas membela catatan Benediktus setelah laporan firma hukum itu, mengingat bahwa Benediktus adalah paus pertama yang bertemu dengan para korban pelecehan, bahwa ia telah mengeluarkan norma-norma yang kuat untuk menghukum para imam yang memperkosa anak-anak dan telah mengarahkan gereja untuk mengejarnya. Hal ini merupakan jalan kerendahan hati dalam mencari pengampunan atas kejahatan para imamnya.
Pembelaan Vatikan, bagaimanapun, berfokus terutama pada masa jabatan Benediktus sebagai kepala kantor doktrin Tahta Suci, dari tahun 1982 hingga ia terpilih sebagai paus pada tahun 2005.
Ketika dia menjabat sebagai prefek kantor doktrin, Ratzinger pada tahun 2001 mengarahkan semua kasus pelecehan seksual imam untuk dikirim ke kantornya untuk diproses, setelah dia melihat bahwa uskup di seluruh dunia memindahkan pemerkosa dari paroki ke paroki daripada menghukum mereka di bawah perintah gereja melalui hukum kanon internal.
Selama dua tahun terakhir masa kepausannya, Benediktus memecat hampir 400 imam karena pelecehan.
“Saya memiliki tanggung jawab besar di Gereja Katolik. Yang lebih besar lagi adalah rasa sakit saya atas kekerasan dan kesalahan yang terjadi di tempat-tempat berbeda selama masa mandat saya,” ucap Benedikus XVI.
Di dalam surat setebal satu setengah halaman itu, Benediktus juga bertanya-tanya apakah ia harus berdoa untuk meminta pengampunan atas tindak kekerasan seksual yang terjadi karena kesalahannya itu.