PEMERINTAH pusat dan pemerintah daerah harus bertanggung jawab atas insiden di Desa Wadas, Purworejo, Jawa Tengah, beberapa hari lalu.
Demikian ditegaskan Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia (AII), Usman Hamid, dalam konferensi pers virtual YLBHI, Kamis (10/2).
“Presiden Jokowi dan gubernur Ganjar harus bertanggung jawab atas pengerahan pasukan yang berlebihan dan dampak ikutannya yang melanggar prinsip-prinsip pemolisian yang demokratis dan kaidah negara hukum, dan penghormatan HAM,” ujar Usman.
Baca Juga:3 Tahun Pandemi Covid-19, Menkeu: Muncul Risiko Baru GlobalPenulis Lirik Lagu Kukira Kau Rumah Alami Kekerasan, Aya Canina: Saya Sudah Lama Memendam
Usman pun sangat mempertanyakan kebijakan pengerahan pasukan ke Desa Wadas. Menurut Usman, kebijakan itu sangat berlebihan.
“Kebijakan (pengerahan) kekuatan pasukan keamanan ke Desa Wadas yang sangat berlebihan, dilihat dari jumlah satuan dari yang berseragam dan tidak berseragam, termasuk jenis kendaraan yang digunakan, kami menilai pengerahan pasukan itu berlebihan,” tutur Usman.
Secara tertulis, lanjut Usman, pengerahan pasukan hanya diminta untuk mengamankan anggota BPN yang melakukan pengukuran tanah. Namun realita di lapangan, sangat jauh berbeda.
“Tampaknya penambahan pasukan terjadi ditujukan untuk mengamankan warga, termasuk para pendamping dari pekerja bantuan hukum seperti LBH Yogyakarta atau pendamping lainnya SP Kinasih, dan kalangan seniman, dengan satu dalih bahwa sikap pendampingan mereka dianggap telah menghalangi proyek pemerintah,” paparnya.
“Jadi sulit berpegangan pada penjelasan Menko Polhukam bahwa polisi sudah bertindak secara prosedur untuk menjamin keamanan masyarakat karena yang dijamin adalah dari pejabat negara yang turun ke lokasi,” sambungnya.
Selain itu, secara konstitusional, negara wajib untuk menjamin hak warganya termasuk warga Desa Wadas untuk menyatakan pendapat, pun soal keselamatan mereka.
“Warga yang ditangkap harus semuanya dibebaskan, yang dikenakan pasal, harus dicabut,” demikian Usman. (*)