KLIKSATU.COM-Presiden pertama Soekarno atau Bung Karno tidak melawan saat “dijatuhkan”. Putra sulung Bung Karno, Guntur Soekarno mengungkap ayahnya tidak menginginkan terjadi perang saudara.
“Kalau bicara soal pendukung waktu itu, pendukungnya masih banyak, seperti Kodam Brawijaya Jawa Timur, Korps Komando Angkatan Laut, Resimen Pelopor Brimob, Kodam Siliwangi, itu masih mendukung,” kata Guntur dalam “Podcast Apa Adanya” seperti dikutip dari kanal YouTube B1 Plus, Jumat (29/10/2021).
“Tapi Bung Karno menyatakan ‘saya tidak akan (melawan), karena kalau terjadi akan ada perang saudara. Kalau terjadi perang saudara, NKRI akan pecah’. Itu yang tidak dikehendaki Bung Karno. ‘Lebih baik saya yang menjadi korban’,” kata Guntur mengenang Bung Karno.
Baca Juga:Teka-Teki Supersemar, Guntur Soekarno Ungkap Isi Koper Peninggalan Bung Karno Saat Ditahan Era OrbaIstri Curhat di Group Info Cegatan Jogja Soal Suami yang Pengangguran, Terlalu Enak Memelihara Burung
Guntur menuturkan Bung Karno sejak muda sangat gandrung akan persatuan. “Bung Karno dari muda di dalam masih HBS, Jong Java, mendirikan PNI, memimpin Partindo, itu dari dari dulu gandrung persatuan, persatuan, persatuan. Bung Karno tidak mau apa pun yang terjadi, negara dan bangsa ini pecah,” tutur Guntur.
https://youtu.be/fVkaA7X2Ztk
Guntur menilai perlakuan rezim Orde Baru (Orba) terhadap ayahnya sangat tidak manusiawi. Hanya rakyat Indonesia yang tetap menghormati dan mengagumi Bung Karno saat akhir hayatnya.
“Kalau disebut perlakuan bangsa atau rakyat terhadap Bung Karno, apalagi saya waktu Bung Karno meninggal, kemudian Soeharto menetapkan Bung Karno harus dimakamkan di Blitar, saya kan ikuti terus perjalanan itu, mulai dari naik pesawat turun di Malang, lalu dengan kendaraan ke Blitar, itu di jalan yang namanya rakyat menyambutnya luar biasa,” kata Guntur.
“Bunga-bunga selalu ditebar oleh rakyat tanpa diperintah. Saya rasa penghargaan dari rakyat sampai sekarang enggak ada berkurangnya (terhadap sosok Bung Karno). Masalahnya, dulu pemerintah intinya itu (tidak manusiawi) terhadap Bung Karno. Ya begitulah,” demikian Guntur. (*)