“Sesudah seminggu dalam bui Makassar, kami dinaikkan ke kapal KPM Van der Wijck menuju Ambon,” tulis Mohammad Hatta dalam memoarnya yang dibacakan M Navis yang dilansir dari Detik, Minggu (24/10).
Kapal mewah ini memiliki julukan de meeuw atau The Seagull, karena sosok dan penampilannya yang tampak sangat anggun dan tenang. Saat pelayarannya yang terakhir, kapal Van der Wijck berangkat dari Bali ke Semarang, singgah terlebih dahulu di Surabaya.
Menurut Pedoman Masjarakat (28/04/1937), rute yang pernah disinggahi Kapal Van der Wijck antara lain: Makassar-Tanjung Perak (Surabaya)-Tanjung Mas (Semarang)-Tanjung Priok (Jakarta)-Palembang. Sebelum akhirnya tenggelam, kapal ini berlayar dari Makassar dan Buleleng.
Baca Juga:Beijing Kerahkan Kapal Patroli Maritim Raksasa Haixun 09 di Laut China SelatanKontroversi Putra Mahkota Arab Saudi Dituding Mantan Pejabat Intelijen Saudi Bunuh Raja Abdullah
Bedasarkan Pandji Poestaka, 250 orang menjadi penumpang kapal ini saat berlayar dari Surabaya. Beredar kabar, geladak Van der Wijck membawa muatan kayu besi.
Muatan kayu ini rencananya dipindahkan ke kapal lain setelah tiba di Tanjung Priok dan akan dibawa ke Afrika. Namun Nahas, Kapal Van Der Wijck pada hari selasa tanggal 20 Oktober 1936 tenggelam ketika berlayar di perairan Lamongan, tepatnya 12 mil dari pantai Brondong.
Dalam IDN Times, ditulis surat kabar Australia The Queenslander–terbit Kamis 22 Oktober 1936–turut memberitakan tenggelamnya Van der Wijck. Saat itu dikabarkan kapal sekonyong-konyong miring saat berada 64 kilometer barat daya Surabaya. Setelah itu hanya butuh enam menit hingga seluruh badan kapal tenggelam.
Ketika tenggelam, kapal ini baru beroperasi 15 tahun. Kapal jenis ini biasanya berada dalam bahaya ketika berumur 25 hingga 30 tahun. Jumlah penumpang pada saat itu adalah 187 warga pribumi dan 39 warga Eropa.
Sedangkan jumlah awak kapalnya terdiri dari seorang kapten, 11 perwira, seorang telegrafis, seorang steward, 5 pembantu kapal, dan 80 ABK dari pribumi.
The Queenslander menuliskan tentang proses evakuasi yang melibatkan banyak orang, dari nelayan, pilot pesawat terbang, hingga kapal Angkatan Laut Belanda. Sayangnya, bantuan itu tak dapat menyelamatkan seluruh penumpang kapal.
Bedasarkan Koran De Telegraaf (22 Oktober 1936), disebutkan ada 42 orang korban yang hilang. Versi lain menyebutkan, jumlah penumpang yang berhasil diselamatkan adalah 153 orang.