BERITA-Para penguasa mengalami kesulitan besar untuk meneroriskan Munarman dan FPI secara keseluruhan. Sudah dilakukan berbagai cara untuk mengaitkan mereka dengan kegiatan terorisme, tapi tidak juga dipercaya oleh publik.
Masyarakat melancarkan gempuran narasi yang melawan upaya para penguasa untuk melabelisasi Munarman dan FPI sebagai pelaku teror. Bahkan, para vokalis non-muslim yang ‘seharusnya’ mendukung labelisasi teroris itu, balik menolak.
Ambil contoh Roy Pakpahan, seorang aktivis sekaligus pengacara. Roy marah Munarman disebut teroris. Begini kata Roy Pakpahan begitu mendengar Munarman ditangkap.
Baca Juga:Begini Cara Soeharto Berantas Teroris PapuaBeredar Video 29 Detik ‘Pasukan Setan’ TNI Tiba di Papua
“I stand with Maman. Teroris pala lu. gereja hkbp di Cinere tempat bapak sy beribadah awalnya tidak bisa berdiri. Orang takut beribadah. Maman bilang klu mmg srt ijin sudah ada dan lkp, ya bangun sj. Klu ada yg ganggu kabarin gue, kata Maman. Skrg gereja hkbp cinere, salah satu rumah ibadah terbesar di cinere.”
Ada lagi aktivis Katolik. Namanya Aloysius Hartono. Dalam tulisan bertanggal 29 April 2021 yang beredar di grup-grup WA, Aloysius mengatakan, “Walaupun eFPeI sudah sedemikian pasif, sudah tiarap sejak akhir Desember 2020 lalu, tetapi sebaliknya polisi justru semakin beringas untuk membunuh karakter eFPeI dengan narasi ‘teroris, ISIS, bom, dan sejenisnya.”
Banyak orang non-Muslim yang membela Munarman dan juga FPI. Tak mungkin diuraikan satu per satu di sini. Mereka mengimbau agar cara-cara kotor terhadap FPI dihentikan.
Di kalangan publik secara keseluruhan, kecuali segelintir orang yang anti-Islam dan islamofobis, reaksi terhadap penangkapan Munarman juga sinis. Di media sosial (medsos), netizen mencibiri tindakan polisi menangkap pengacara HRS itu. Mereka pun mencecar habis penemuan “serbuk bom” ketika polisi menggeledah bekas kantor Front di Petamburan.
Ada beberapa hal yang menyebabkan publik tak percaya Munarman dan FPI terkait teroris. Pertama, sejak awal berdiri hingga pembunuhan KM-50, tidak pernah ada tindakan FPI yang berindikasi terorisme. Baru setelah ada masalah besar yang memojokkan Polri –dan juga lembaga keamanan lain— terkait pembunuhan 6 pengawal HRS, 7 Desember 2020, muncullah tiba-tiba sejumlah peristiwa kekerasan yang terkesan sengaja dikaitkan dengan FPI.