PSIKOLOG anak dan remaja Saskhya Aulia Prima mengingatkan orang tua untuk berhati-hati dalam mengeluarkan kata “jangan” dan “tidak” kepada anak. Sebab hal itu bisa memengaruhi masa depan buah hati.
Saskhya mengatakan jika kata “jangan” dan “tidak” diucapkan dalam kondisi tak tepat bisa membuat anak tumbuh sebagai individu yang kurang berani.
“Ucapkan ‘jangan’ untuk hal yang betul-betul tidak boleh dan berbahaya, tapi kalau dia sedang ingin bereksplorasi, tahan-tahanlah, karena itu akan menentukan apakah anak akan jadi percaya diri dan berani,” kata Saskhya dalam sebuah diskusi, dikutip Antara, Selasa (16/3/2021).
Baca Juga:Kabinet Morrison Diguncang Isu Menterinya Diduga Perkosa Gadis Usia 16 TahunDisebut Terpapar Positif Covid-19, Ini Kata Novel Baswedan
Untuk urusan “jangan” yang berhubungan dengan aturan di rumah, psikolog klinis anak dan remaja lulusan magister profesi Fakultas Psikologi Universitas Indonesia itu mengatakan orang tua harus kompak. Baik ayah maupun ibu sebaiknya sepakat atas hal apa yang dilarang dilakukan oleh anak sehingga tercipta konsistensi.
Anak akan memahami bahwa hal tertentu dilarang oleh ibu dan ayahnya, sehingga dia bisa belajar untuk tidak melakukannya. Untuk batita, memberi pemahaman soal aturan tidak semudah membalikkan telapak tangan. Orang tua harus bersabar karena mereka memang harus mengulang-ulang hingga anak terbiasa dan memahami aturan yang diterapkan di rumah.
Di masa pandemi, mengajak anak tetap aktif bergerak di tengah keterbatasan penting untuk tumbuh kembangnya. Dia menyarankan orang tua untuk membiarkan anak untuk mengeksplorasi selama tidak membahayakan dirinya sendiri.
Anak-anak yang aktif kerap mengalami luka kecil saat sibuk berlarian, atau jatuh ketika asyik bermain. Saat itu terjadi, tanggapi secara tenang dan tidak usah panik berlebihan agar anak tumbuh jadi sosok yang tangguh.
“Kadang anak menangis (saat jatuh) bukan karena sakit, tapi karena respons orang tua (yang panik),” ujar dia.
Dia menjelaskan, bayi lahir dengan otak yang masih belum berkembang sempurna. Sifatnya seperti spons, sangat sensitif terhadap stimulus dari luar. Otak anak pada usia dini tumbuh sangat pesat dibandingkan tahapan perkembangan lain.
Sel saraf di otak bayi sudah lengkap, tapi koneksi antar sel otak yang bisa membuat otak berfungsi. Kualitas koneksi otak ditentukan dari pengalaman anak di awal kehidupannya, yakni melalui aktivitas sehari-hari.