BERITA-Pawai Ogoh-Ogoh biasanya dilakukan satu hari sebelum perayaan Nyepi. Namun, dua tahun ini pawai ditiadakan akibat pandemi Covid-19. Pawai Ogoh-Ogoh saat perayaan Nyepi kerap menampilkan patung raksasa yang punya tampilan mengerikan.
Tampilan patung raksasa mengerikan itu dibuat sebagai representasi dari Bhuta Kala yang merupakan sosok jahat dalam kepercayaan Agama Hindu.
Pawai ogoh-ogoh menjadi penting sebelum merayakan Nyepi di Bali karena bertujuan untuk menghilangkan unsur negatif Bhuta Kala. Apalagi, keberadaan Bhuta Kala bisa saja mengganggu umat Hindu dalam merayakan Nyepi. Oleh karena itu, pawai ogoh-ogoh digelar saat perayaan Nyepi berkeliling kota atau pun desa.
Baca Juga:Dibina Abuya Muhtadi, 16 Pengikut Aliran Sesat Hakekot Balaka Suta TobatProtes Pandemi, Aktris Prancis Kenakan Kostum Keledai Bernoda Darah Lalu Bugil di Ajang Penghargaan Film
Setelah sampai di tujuan akhir, ogoh-ogoh tersebut tak boleh dibiarkan begitu saja. Peserta pawai ogoh-ogoh akan melakukan pembakaran. Hal ini merupakan representasi upaya menghilangkan unsur Bhuta Kala yang dapat mengganggu ketenteraman dan ketenangan manusia.
Waktu pawai ogoh-ogoh ternyata tidak boleh sembarangan. Pawai hanya bisa dilakukan saat petang hari atau sandikala, sekitar pukul 18.00 sampai 19.00. Pada jam tersebut dianggap sebagai momen yang angker karena Bhuta Kala dipercaya tengah berkeliaran.
Dikutip dari kintamani.id, Pawai ogoh-ogoh saat perayaan Nyepi memang diakhiri dengan pembakaran. Namun, bukan berarti patung-patung ogoh-ogoh itu dibuat dengan seenak hati. Sebagai gantinya, pawai ogoh-ogoh kini didesain dengan begitu spektakuler. Bahkan, proses pembuatannya bisa memakan waktu berhari-hari. Oleh karena itu, tak heran kalau pawai ogoh-ogoh jadi aktivitas yang begitu menarik bagi para wisatawan.
Pelarangan pawai ogoh-ogoh diputuskan bersama oleh Parisada Hindu Dharma Indoneia (PHDI) Bali dengan Majelis Desa Adat Bali melalui Surat Edaran (SE) tertanggal 19 Januari 2021. “Pengarakah ogoh-ogoh bukan merupakan rangkaian wajib Hari Suci Nyepi, karena itu pengarakan ogoh-ogoh pada Hari Suci Nyepi Tahun Saka 1943 ditiadakan,” kata ketua PHDI Bali, I Gusti Ngurah Sudiana dalam keterangan tertulis dikutip dari inews.id, Rabu (20/1/2021).
Dia menjelaskan, kebijakan pelarangan pawai ogoh-ogoh oleh masyarakat juga berdasarkan Peraturan Gubernur (Pergub) Bali Nomor 46 tahun 2020, dan Instruksi Menteri Dalamg Negeri Nomor 1 Tahun 2921 tentang PPKM. Hari Raya Nyepi jatuh pada tanggal 14 Maret mendatang. Dia mengatakan adanya pelarangan pawai ogoh-ogoh itu tak terlepas dengan pertimbangan beberapa peraturan yang sudah ada.