Dalam wabah di masa lalu, perawatan utama bagi manusia adalah perawatan suportif.
WHO telah mengidentifikasikan virus Nipah sebagai penyakit prioritas dalam cetak biru (blue print) penelitian dan pengembangan WHO. Pada Maret 2020, Koalisi untuk Persiapan Epidemi (CEPI) mengucurkan anggaran 25 juta dolar AS untuk penelitian dan uji klinis vaksin virus Nipah terhadap manusia.
Selain itu, pemerintah juga melakukan prosedur pengetatan ekspor dan impor komoditas babi dan produk antara Indonesia dan Malaysia.
Baca Juga:Waspada Sesar Aktif, Potensi Gempa Sesar Lembang M6,8Bank Indonesia Tepis Kabar Soal Cetak Uang Rp300 Triliun, Dulu Banggar DPR Pernah Usul BI Cetak Uang Rp400-Rp600 triliun
“Menurut Kedutaan Besar Indonesia di Malaysia, pemerintah Indonesia hanya menerima kiriman yang disertai dengan sertifikat kesehatan dan dikeluarkan oleh Departemen Layanan Hewan Malaysia untuk menyatakan bahwa babi yang diekspor sehat,” kata Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik Kemenkes Didik Budijanto dilansir Antara.
Dia memaparkan, saat ini kejadian infeksi virus Nipah belum pernah dilaporkan di Indonesia. Meski begitu, pemerintah tetap selalu waspada potensi penularan virus dari hewan ternak babi di Malaysia melalui kelelawar pemakan buah.
Apalagi, dari beberapa hasil penelitian menunjukkan, adanya kelelawar buah yang bergerak secara teratur dari Semenanjung Malaysia ke Pulau Sumatera, khususnya Sumatera Utara yang berdekatan dengan Malaysia.
“Sehingga ada kemungkinan penyebaran virus nipah melalui kelelawar atau melalui perdagangan babi yang ilegal dari Malaysia ke Indonesia,” tegas Didik.
“Indonesia harus selalu waspada terhadap potensi penularan virus nipah dari hewan ternak babi di Malaysia melalui kelelawar pemakan buah,” pungkasnya. (*)