JAKARTA-Bank Indonesia memberikan penjelasan seputar berita hoax terkait BI yang beredar di media sosial dan lini massa belakangan ini.
Salah satunya sebuah postingan yang menyebutkan bahwa The Bank for International Settlements (BIS) yang berpusat di Basel, Swiss telah melakukan lockdown kepada Bank Indonesia (BI), sehingga uang yang telah dicetak oleh BI sebesar Rp680 Trilliun yang siap diedarkan tidak mendapat izin edar dari BIS.
Baca: Marak Beredar Berita Hoaks Selama Covid-19
Jika tetap diedarkan, pihak International akan menganggap itu sebagai uang palsu.
Baca Juga:Gempa Hari Ini: Magnitudo 5,4 Guncang Lampung, di Sulteng Magnitudo 3,9Dulu Video Para Perempuan yang Mengaku Simpanan Oknum Anggota DPR, Kini Angel Sepang Diduga WIL Wakil Ketua DPRD Sulut
Kementerian Komunikasi dan Informasi sudah menyatakan bahwa informasi itu hoax.
Baca: Bank Indonesia Dilockdown Gegara Cetak Rp300 triliun karena Negara Kritis, Faktanya
Dalam catatan berita.radarcirebon.com, Rabu (29/4/2020) tahun lalu, Ketua Badan Anggaran DPR RI Said Abdullah mengusulkan agar Bank Indonesia (BI) mencetak uang Rp400-Rp600 triliun. Menurut politikus asal PDIP ini, cetak uang adalah cara tercepat menyediakan dana segar di tengah terbatasnya uang negara untuk pembiayaan penanggulangan dampak COVID-19.
Baca:
Uang itu bisa dipakai untuk membeli surat utang pemerintah atau surat utang perbankan dan korporasi. Dengan begitu, pemerintah tidak usah repot menerbitkan global bond atau surat utang ke luar negeri.
Dalam ilmu ekonomi, inflasi akan terjadi saat semakin banyak uang beredar di masyarakat dibanding yang dibutuhkan. Said bukannya tidak memperhitungkan ini. Menurutnya, dengan mencetak uang Rp600 triliun akan terjadi inflasi sekitar 5 sampai 6 persen–besaran yang dinilainya “tidak banyak”.
“Masak Rp600 triliun tiba-tiba inflasi akan naik 60-70 persen? Dari mana hitungannya?” katanya.
“Saya merekomendasikan yield (surat utang)pada kisaran 2-2,5 persen. Melalui kebijakan ini, pemerintah akan memiliki beban bunga yang lebih rendah. Peningkatan inflasi dapat dimitigasi dengan berbagai instrumen pengendalian yang wewenangnya dimiliki Bank Indonesia, misalnya melalui BI Rate dan kewenangan penetapan Giro Wajib Minimum (GWM),” katanya menambahkan.