Pemetaan yang dilengkapi dengan teknologi Ifsar (Inferferometric Resolution Synthetic Aperture Radar) ini memperlihatkan adanya pergeseran permukaan bumi, yang menandakan aktivitas sesar pada patahan tersebut.
Mulai dari patahan yang memotong dan membentuk bukit memanjang, istilahnya fault scarps atau gawir sesar, di daerah Ngamprah, Kabupaten Bandung Barat, river o sets atau pembelokan sungai ke kiri serta beheaded river atau sungai terpancung di kilometer 5 dan 6, kawasan Desa Pasirlangu.
“Sungai terpancung itu ada sungai panjang lalu terpotong (patahan) sehingga masuk ke sungai lain, jadi sungai yang awal itu mati,” terang Mudrik sembari menambahkan di beberapa bagian lain ada anticline atau terangkatnya permukaan bumi yang membentuk gelombang seperti di Desa Karyamukti, Kabupaten Bandung Barat.
Baca Juga:Perseteruan dengan Pengusaha asal Surabaya Budi Said, Ini Jejak Antam Sejak 1968Rekan Sesama Selebritas Putri Patricia: Contoh Buruk! Raffi Ahmad: Ini Murni Keteledoran Saya
Patahan BergerakPenelitian itu dia paparkan dalam jurnal bertajuk Earthquake Geology of the Lembang Fault, West Java, Indonesia bersama Danny H Natawidjaja dari LIPI, Benjamin Sapiie dari Institut Teknologi Bandung, dan Phil Cummins dari Australia National University. Laporan penelitian selama delapan tahun itu sudah tayang di jurnal Tectonophysics edisi 17 Desember 2018 lalu.
Mereka membuktikan patahan itu bergerak pada kurun waktu 11.500 tahun yang lalu lewat dua titik uji paritan. Lokasinya di Desa Batu Lonceng, antara kilometer 25-26 dan bekas cekungan danau di Panyairan, antara kilometer 11-12. Kedua lokasi dipilih karena ada jejak morfologis dampak dari pergerakan kulit bumi dan sistem sedimentasi yang dinilai baik. Untuk mengecek lapisan sedimentasi pada dua lokasi itu, tim membuat parit dengan kedalaman antara 1,5-2 meter.
Jika kondisi geologinya normal-normal saja, maka lapisan sedimentasinya bakal seperti kue lapis yang tiap lapisannya tersusun rapi. Penggalian ini memperlihatkan satu lapisan dengan lapisan lain tidak simetris atau miring. “Kita temukan bukti slip, kejadian gempa pada abad 15 dan 60 tahun sebelum masehi,” ujar Mudrik.
Berkaca pada temuan gempa abad ke-15 dan 60 tahun sebelum masehi, sambung Mudrik, jika ditambahkan periode ulang gempa 670 tahun, bisa jadi saat ini patahan Lembang memasuki masa akhir sebelum terjadinya gempa bumi lagi.