Dengan demikian, beber Teguh, kontinuitas tradisi megalitik yakni penggunaan menhir sebagai nisan kubur, menandai karakteistik Islam yang sangat akomodatif terhadap paham-paham lokal yang merupakan bentuk kepercayaan terhadap leluhur yang diwarisi sejak zaman megalitik dan terus bertahan hingga persentuhannya dengan Islam.
“Pemberian tanda (misalnya kayu, batu) pada penguburan Islam merupakan salah satu sunnah, sebagaimana hadist yang diriwayatkan oleh Ahmad dan Muslim “ disunnahkan memberi tanda kubur dengan batu atau tanda lain pada bagian kepala”,” bilang Teguh.
Pemberian tanda makam berupa menhir pada Prasejarah seperti di situs Bawah Parit, Belubus, Koto Tinggi di Kabupaten Limapuluh Kota, dan nisan pada masa Islam (misalnya Makam Ustano Rajo Alam, Makam Kuno Simawang, Makam Talago Gunung, Kab. Tanah Datar), secara prinsip mempunyai kesamaan, yaitu sebagai tanda adanya makam atau penguburan.
Baca Juga:Bakamla Usir Kapal Pengawas Berbendera Vietnam, Kiem Ngu 215 di Perairan NatunaAktivitas Merapi dan Semeru Meningkat Bersamaan, Indonesia dalam Lingkaran Ring of Fire
Adanya kesamaan ini, menimbulkan pemanfaatan fungsi, terutama dari fungsi atau bentuk menhir yang berfungsi sebagai tanda kubur pada masa Islam.
Bentuk phallus, kata Teguh, cukup banyak kita temui pada tingalan makam-makam kuno masa Islam di Sumatera Barat.
Bentuk alat kelamin, jelas Teguh, pada awalnya merupakan lambang/simbol kesuburan bagi masyarakat pra-sejarah, namun pada masa Islam bentuk phallus lebih pada penanda bahwa yang dimakamkan adalah berjenis kelamin laki-laki dan juga tanda yang dimakamkan adalah tokoh khususnya tokoh adat/pemuka adat.
Dari data lapangan yang dilakukan tim BPCB, didapatkan pula bahwa pada awalnya lokasi “batu perkasa” tersebut dikelilingi oleh batu-batu sungai sebanyak dua lapis yang sekilas seperti jirat makam.
Namun, penambahan jirat pada batu tagak tipe phallus dapat ditafsirkan pula memiliki maksud dan tujuan yang khusus. Kemungkinan pemberian jirat yang melingkari batu tagak tersebut bertujuan untuk memberikan kesan keramat, dan atau menjadi sentral magis/pusat magis bagi orang yang mengunjungi lokasi tersebut.
“Ambary mengatakan soal pengkeramatan makam, tampaknya hal tersebut sudah menjadi tradisi sebagaian besar masyarakat Muslim di wilayah Nusantara,” bebernya.
Posisi letak dari beberapa makam kuno di Puun tersebut yang sekilas tanahnya ditinggikan yang mungkin bermaksud untuk lebih mengagungkan dari orang yang dimakamkan di lokasi tersebut.