“Jika subjek ujinya berisiko rendah dan banyak tinggal di rumah, apalagi taat dengan prokes, sangat boleh jadi pada kelompok placebo-pun tidak banyak yang terinfeksi. Hal ini menyebabkan perbandingan kejadian infeksi antara kelompok plasebo dengan kelompok vaksin menjadi lebih rendah yang pada gilirannya menghasilkan angka efikasi vaksin yang lebih rendah. Selain itu, mungkin juga ada faktor-faktor lainnya yang berpengaruh terhadap hasil uji kliniknya,” paparnya.
Pertanyaannya apakah efikasi sebesar itu berdampak signifikan, menurut Zullies penurunan kejadian infeksi sebesar sekitar 65 persen secara populasi tentu akan sangat bermakna dan memiliki dampak ikutan yang panjang. Menurutnya, dari 100 juta penduduk Indonesia jika tanpa vaksinasi ada 8,6 juta yang bisa terinfeksi, jika kemudian turun 65 persen dengan vaksinasi maka artinya menjadi hanya 3 juta penduduk yang terinfeksi.
Hitungannya (0.086 – 0.03)/0.086 x 100 persen= 65 persen sehingga ada 5,6 juta kejadian infeksi yang dapat dicegah. Mencegah 5 jutaan kejadian infeksi tentu sudah sangat bermakna dalam penyediaan fasilitas perawatan kesehatan. Belum lagi secara tidak langsung bisa mencegah penularan lebih jauh bagi orang-orang yang tidak mendapatkan vaksin yaitu jika dapat mencapai kekebalan komunal atau herd immunity.
Baca Juga:Evakuasi Sriwijaya Air SJ182: 2 Penumpang Teridentifikasi, Atas Nama Agus Minarni dan Indah Halimah Putridokter Tifauzia Tyassuma: Masa Presiden RI Kita Biarkan Disuntik Vaksin 50,4?
“Jadi, sebagai peneliti saya masih menaruh harapan kepada vaksinasi, semoga bisa mengurangi angka kejadian infeksi covid di Indonesia. Apalagi jika didukung dengan pemenuhan protokol kesehatan yang baik semoga dapat menuju pada pengakhiran pandemi Covid di Indonesia,” tuturnya.
Hasil efikasi vaksin Sinovac sebesar 65,3 persen bagi sebagian masyarakat mungkin mengecewakan, tapi sesungguhnya justru langkah bagus untuk memulai apalagi batasan minimal FDA, WHO dan EMA untuk persetujuan suatu vaksin adalah 50 persen. Artinya, secara epidemiologi menurunkan kejadian infeksi sebesar 50 persen itu sudah sangat berarti dan menyelamatkan hidup banyak orang.
“Apalagi disampaikan saat diumumkan, vaksin memiliki imunogenisitas yang tinggi mencapai 99-an persen pada 3 bulan pertama, yang berarti dapat memicu antibody pada subjek yang mendapat vaksin. Tentu kita masih harus menunggu efektivitas vaksin setelah dipakai di masyarakat. Dan perlu diingat bahwa karena ini baru EUA yg berasal dari interim report, pengamatan terhadap efikasi dan safety masih tetap dilakukan sampai 6 bulan ke depan untuk mendapatkan full approval,” terangnya.