JAKARTA-Analis penerbangan di Teal Group, Richard Aboulafia, turut bicara mengenai insiden maskapai udara Sriwijaya Air SJ-182 yang hilang dan kemudian diasumsikan jatuh ke laut Jawa pada Sabtu (9/1).
Sementara penyebab kecelakaan masih dalam penyelidikan, Aboulafia mengatakan ia tidak yakin itu adalah akibat dari cacat desain.
Pesawat yang mengalami kecelakaan tersebut adalah jenis Boeing 737-500 dan telah berusia 26 tahun, bagian dari seri ‘Classic’ 737 yang selesai diproduksi pada 1999. Hingga kini belum dapat dipastikan apa penyebab pasti kecelakaan tersebut.“Ini bahkan bukan model sebelum Max, ini telah beroperasi selama 30 tahun sehingga tidak mungkin terjadi kesalahan desain,” katanya kepada Bloomberg, seperti dikutip dari Bisines Insider, Minggu (10/1).
Baca Juga:Jatuhnya Sriwijaya Air SJ182, Nelayan Rajungan: Kilat ke Arah Air, Dentuman Keras, Puing Berterbangan sama Ombaknya TinggiTemuan Lanjutan, Basarnas: Ada 10 Kantong Berisi Serpihan Pesawat dan 10 Kantong Jenazah Bagian dari Korban Sriwijaya Air SJ-182
“Ribuan pesawat ini telah dibuat dan produksinya berakhir lebih dari 20 tahun yang lalu, jadi sesuatu akan ditemukan sekarang,” lanjutnya.
Lewat email yang dikirimkan ke Insider, Aboulafia mengatakan bahwa meskipun 26 tahun masa kerja melebihi usia pensiun yang biasa dari banyak pesawat, bukan hal yang aneh bagi pesawat yang sudah tua untuk terbang.
“Dan akan sangat aman dengan asumsi prosedur pemeliharaan yang benar diterapkan dan ditegakkan oleh regulator lokal,” tulisnya.
Jika merunut waktu ke belakang, pada Oktober 2018 dan Maret 2019, dua pesawat model Boeing 737 Max pernah jatuh dan menewaskan total 364 orang. Sejak saat itu pesawat itu kemudian dilarang untuk mengangkasa, sementara regulator dan Boeing bekerja untuk memperbaiki apa yang tampaknya menjadi cacat desain mendasar pada model tersebut.
Pada akhir tahun 2020, setelah penyelidikan intensif, Administrasi Penerbangan Federal akhirnya mengizinkan 737 Max terbang lagi.
Kecelakaan pada Sabtu terjadi di tengah beberapa tahun yang sulit bagi Boeing.
Minggu ini, Boeing setuju untuk membayar denda pidana 2,5 miliar dolar AS untuk menyelesaikan tuduhan konspirasi penipuan terkait dengan skandal 737 Max-nya.
Baca Juga:Dalam Pencarian Korban dan Puing Sriwijaya Air, Tim Yontaifib Marinir TNI AL Temukan KTP Yaman ZaiPVMBG Ungkap Penyebab Longsor Sumedang, Adanya Pelapukan Sejumlah Jenis Bebatuan
CEO Boeing David Calhoun mengatakan resolusi itu adalah pilihan yang tepat bagi perusahaan.
“Resolusi ini merupakan pengingat serius bagi kita semua, betapa pentingnya kewajiban transparansi kita kepada regulator, dan konsekuensi yang dapat dihadapi perusahaan kita jika ada di antara kita yang tidak memenuhi harapan tersebut,” ungkapnya. (*)