Investigasi KNKT
Harian Kompas (21/1/2015) melaporkan bahwa kotak hitam pesawat QZ8501 ditemukan 13 Januari 2015. Kotak hitam itu merekam 174 jam riwayat penerbangan dan rekaman pembicaraan di kokpit berdurasi 2 jam 4 menit. Butuh waktu sekitar setahun bagi Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) untuk menganalisis data itu.
Ketika hasil investigasi KNKT atas kotak hitam diumumkan ke publik pada awal Desember 2015, diketahui bahwa penyebab kecelakaan sebenarnya adalah gangguan sistem pesawat yang luput diperbaiki, bukan cuaca buruk.
“Hal ini diawali oleh retakan solder pada electronic module pada rudder travel limiter unit (RTLU) yang lokasinya berada pada vertical stabilizer,” ungkap Kapten Nurcahyo Utomo, Kasubkom Investigasi Kecelakaan Penerbangan KNKT, sebagaimana dikutip detik.
Baca Juga:Temuan Serpihan Logam Melengkung Misterius, Diduga Bangkai PesawatDarurat Kapasitas Rumah Sakit, Jakarta dan Sebagian Jawa-Sulawesi
Sistem yang mengalami gangguan adalah rudder travel limiter (RTL) yang berfungsi mengatur kemiringan pesawat. Flight data recorder (FDR) mencatat ada tiga kali peringatan gangguan RTL. Kapten Irianto lantas melakukan penanganan sesuai prosedur.
Gangguan RTL sebenarnya bukan masalah yang bisa membahayakan penerbangan. Hanya saja, ketika terjadi gangguan keempat sekitar pukul 06.15 Kapten Irianto berimprovisasi agar masalah itu segera terselesaikan.
Pada penerbangan sebelum ini, Kapten Irianto juga mengalami masalah serupa. Kala itu teknisi mengatasi masalah ini dengan me-reset circuit breaker dari flight augmentation computer (FAC). Kapten Irianto pun mengikuti cara itu meski sebenarnya tak ada dalam prosedur.
Konsekuensi dari langkah ini adalah terjadinya gangguan listrik tiba-tiba dan terganggunya sistem kendali pesawat. Sistem autopilot dan autothrust pun mati, kendali pesawat jadi sepenuhnya manual. Sejak itulah situasi memburuk, karena pilot dan kopilot tak bisa mengendalikan pesawat.
Situasi jadi tambah runyam karena kesalahpahaman komunikasi di antara pilot dan kopilot. “Kami melihat ada komunikasi yang enggak efektif, saat satu meminta pull down, yang satu push down. Kendali pesawat tidak saling terkait. Di mana kemudi 1 dan 2 tidak terhubung, jadi pilot saling tidak tahu melakukan apa,” terang Nurcahyo.