Sesuatu yang buruk jelas sedang menghadang pesawat QZ8501. Berkali-kali pengawas penerbangan mencoba mengontak Kapten Irianto. Semua panggilan tak berjawab hingga komunikasi keduanya benar-benar terputus pukul 06.18.
Meski begitu pesawat QZ8501 masih terlihat di layar. Lagi-lagi keanehan terjadi, pesawat itu berganti haluan berkali-kali hanya dalam rentang waktu lima menit. Lalu horor menyeruak ketika pesawat buatan 2008 itu hilang dari radar pukul 06.24.
Pengawas penerbangan di Soekarno-Hatta memerintahkan pesawat lain di jalur yang sama mengontak QZ8501, tapi sama saja hasilnya nihil. Setelah setengah jam tanpa kabar, pukul 07.08, pengawas penerbangan menyatakan status incerfa—fase tak ada kepastian—dan melapor ke Basarnas.
Terjebak Awan Kumulonimbus
Baca Juga:Temuan Serpihan Logam Melengkung Misterius, Diduga Bangkai PesawatDarurat Kapasitas Rumah Sakit, Jakarta dan Sebagian Jawa-Sulawesi
Cuaca buruk dan awan kumulonimbus yang terbentuk di langit Selat Karimata awalnya diperkirakan menjadi penyebab jatuhnya pesawat itu. Menurut analisis Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) saat itu, kendali pesawat QZ8501 jadi kacau ketika memasuki awan badai itu. Kepala Bidang Meteorologi Penerbangan BMKG kala itu Mustari Heru Jatmika, sebagaimana dikutip majalah Tempo edisi 5 Januari 2015, menyebut bahwa hari itu awan kumulonimbus membentang di atas Selat Karimata.
Menurut Bambang Setiajid, Kepala Seksi Data dan Informasi Badan Meteorologi Bandara Juanda saat itu, pembentukan awan kumulonimbus di Selat Karimata sudah terpantau sejak pukul 02.00 WIB. Kapten Irianto diduga tak bisa menghindari kumulonimbus karena tak memegang data cuaca yang disediakan Badan Meteorologi Bandara Juanda.
Hari itu Air Asia tak menggelar rapat persiapan penerbangan dengan Badan Meteorologi Bandara Juanda atau mengambil data cuaca yang disediakan. Sehingga Badan Meteorologi tak bisa menyarankan penundaan jadwal atau jalur alternatif kepada Air Asia. Koridor ketinggian lain pun akhirnya diisi oleh pesawat lain yang terbang di jalur yang sama.
Seturut laporan harian Kompas (29/12/2014), status pesawat QZ8501 ditingkatkan menjadi distresfa alias distress phase sejak pukul 07.55. Itu menunjukkan bahwa pesawat diperkirakan mendarat darurat, jatuh, atau bahkan tenggelam. Operasi pencarian dipimpin langsung oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Sejak status distresfa ditetapkan, pemerintah segera melakukan operasi pencarian besar-besaran dengan mengerahkan 22 kapal dan 8 pesawat. Kapal Riset BPPT Baruna Jaya IV pun ikut dilibatkan. Kapal itu memiliki alat sensor multi-beam echo sounder dan side-scan sonar serta berpengalaman menemukan pesawat Adam Air yang tenggelam di Selat Makassar pada 2007.