“Dari empat sampel itu, tiga sampel dari DIY dan satu sampel dari Jawa Tengah,” katanya.
Anggota peneliti lainnya dari tim Laboratorium Diagnostik FK-KMK, dr. Titik Nuryastuti menuturkan didapatkannya empat sampel isolat yang bermutasi ini setelah tim mengumpulkan seluruh sampel yang berasal dari 98 fasilitas kesehatan (faskes) di DIY dan 30 faskes di Jawa Tengah. Menurutnya, sampel dari faskes ini diambil dari berbagai Rumah Sakit, Puskesmas dan Dinas Kesehatan.
“Sampel di DIY lebih dominan, tercatat 11.250 sampel dan 4.311 sampel dari Jawa Tengah. Secara keseluruhan ada 1.083 yang dinyatakan positif,” ujarnya.
Baca Juga:MYD Lawan Main Video Mesum Gisel Tersangka, Diduga Begini Penampakannya?Tersangka Video Mesum, Gisella Anastasia Terancam 12 Tahun Penjara
Ketua Satuan Tugas COVID-19 Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Zubairi Djoerban mengatakan varian baru COVID-19 yang awalnya ditemukan di Inggris terdeteksi melalui uji usap atau swab test berbasis polymerase chain reaction (PCR). Karena itu IDI meminta masyarakat tidak perlu khawatir soal diagnosis varian baru COVID-19.
“Sekarang ini virusnya ganti baju namun PCR tetap bisa mendeteksi kepala sama kakinya. Artinya PCR tetap bisa mendeteksi varian baru ini, jadi tidak perlu terlalu khawatir untuk diagnosis,” kata Zubairi dalam acara gelar wicara yang ditayangkan di akun YouTube BNPB, Selasa, 29 Desember.
Dia menyebut, mutasi virus corona bernama B117 ini memang lebih cepat menular. Bahkan, Zubairi mengatakan virus baru ini 71 persen lebih mudah menular dibandingkan dengan virus yang sebelumnya. Tapi, dia memastikan virus ini tidak lebih mematikan.
“Para ahli sekarang memang amat sangat yakin bahwa (virus baru, red) amat sangat mudah menular namun tidak lebih mematik. Sekali lagi, tidak lebih mematikan,” tegasnya.
Selain itu, varian virus baru ini tetap bisa diatasi oleh vaksin COVID-19 yang saat ini tengah dikerjakan oleh para ahli. Zubairi mengatakan, para ahli juga begitu optimis terhadap hal ini meski pembuktiannya tetap harus dilakukan dengan penelitian yang melibatkan pasien COVID-19 dengan varian baru.
“Para ahli tetap optimis karena tahu bahwa kalau divaksinasi kita bakal mempunyai kekebalan di banyak tempat. Nah, kalau ada virus varian baru maka yang gagal di satu tempat. Artinya, kekebalan yang lain tetap berjalan,” tegasnya. (*)