JAKARTA-Kementerian Luar Negeri China lewat juru bicaranya Zhao Lijian mengecam tindakan organ diplomatik AS dan sejumlah politisi anti China yang terus menerus menyebarkan desas-desus terkait isu di Xinjiang.
Baca: 11.000 Kata 30 Halaman, China Bongkar Kebohongan Amerika Serikat
Pernyataan Zhao keluar sebagai tanggapan atas tindakan Kedutaan Besar AS untuk China yang men-tweet ulang serangan Departemen Luar Negeri AS terhadap kebijakan Xinjiang China. Kedutaan itu mengklaim bahwa ada 1 juta orang Uighur yang saat ini ditahan di ‘kamp pendidikan ulang’.
Pejabat dari Daerah Otonomi Xinjiang, Uighur, China Barat Laut, kelompok agama, lulusan dari pusat pendidikan dan pelatihan kejuruan dan penduduk Xinjiang yang bekerja di luar wilayah tersebut telah menghadiri konferensi pers minggu lalu, memperkenalkan situasi nyata Xinjiang berdasarkan pengalaman mereka sendiri.
Baca Juga:WNA Jerman yang Datangi Markas FPI Diduga Intelijen, Kemlu: Dia Terdaftar sebagai Pejabat DiplomatikPerang Lawan Corona di Tahun Pandemi Covid-19
Zhao mengatakan, politisi AS harusnya membaca transkrip konferensi pers tersebut, alih-alih mengutip kebohongan yang dibuat oleh beberapa kekuatan anti-China untuk menyesatkan komunitas internasional.
“Sejak Desember, Kedutaan Besar AS di China telah menyebarkan lebih dari 60 kebohongan untuk menyerang China, meskipun tanggung jawabnya adalah untuk mempromosikan persahabatan antara kedua bangsa daripada menyerang China,” kata Zhao, seperti dikutip dari Global Times, Senin (28/12).
Seorang diplomat senior China bahkan mendesak organ diplomatik AS, khususnya kedutaan besarnya di China, untuk melakukan kegiatan yang lebih berarti.
‘Hak asasi manusia’, bersama dengan ‘demokrasi’ dan ‘kebebasan’, adalah alasan umum yang sering digunakan AS untuk memfermentasi revolusi warna di negara lain atau secara terang-terangan menyerang dan menghancurkan suatu negara, kata diplomat itu. Ia mengutip Afghanistan, Irak, Libya dan Suriah sebagai contoh di mana puluhan juta warga sipil tewas atau menjadi pengungsi.
“Misi pertama kedutaan dan diplomat AS adalah untuk menjalankan tugas mereka dan mempromosikan hubungan antara AS dan negara tempat mereka ditempatkan, menyelesaikan kesalahpahaman melalui komunikasi,” kata diplomat itu.
“Jika mereka masih punya waktu dan sumber daya, mereka lebih memperhatikan masalah hak asasi manusia domestik mereka, seperti kesenjangan pendapatan yang besar dan kekerasan polisi terhadap orang Afrika-Amerika, daripada mencampuri urusan dalam negeri negara lain,” lanjutnya.