Fatia menambahkan, pelanggaran HAM kepolisian terhadap enam laskar FPI ini sebetulnya bukan kasus penembakan dengan sewenang-wenang yang pertama kali.
Fatia mengatakan, catatan KontraS, dalam tiga bulan terakhir terdapat 29 kasus penggunaan senjata api berpeluru tajam yang dilakukan oleh kepolisian dengan cara serampangan.
Namun dari catatan-catatan kasus tersebut, tak ada satupun perkaranya yang berujung pada pemberian sanksi pemidanaan untuk dampak jera.
Baca Juga:Menteri Kerja Sama Regional Israel: Negaranya Tidak Menutup Kemungkinan Menjalin Hubungan dengan IndonesiaPerancis dan Lebanon Konfirmasi Kasus Pertama Varian Baru Covid-19 Inggris
Karena itu, Fatia mengatakan, KontraS mendesak agar Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dapat menjalankan perannya sebagai investigator atas pembantaian yang terjadi di tol Japek Km 50 tersebut. Komnas HAM juga harus menjelaskan kepada publik, atas kronologi peristiwa yang paling akurat.
“Kita harus tetap mendukung Komnas HAM, dalam investigasinya soal pembunuhan, dan pelanggaran HAM ini, atau penembakan sewenang-wenang ini,” kata Fatia menambahkan.
Enam laskar FPI yang ditembak mati di tol Japek Km 50, pada Senin (7/12) dini hari, yakni Faiz Ahmad Sukur (22 tahun), Andi Oktiawan (33), Ahmad Sofyan alias Ambon (26), Muhammad Reza (20), Luthfi Hakim (25), dan Muhammad Suci Khadavi (21).
Kapolda Metro Jaya Irjen Fadil Imran, dalam pernyataan resminya, pun menegaskan, penembakan mati terhadap enam anggota FPI itu, sebagai respons atas penyerangan terhadap petugas kepolisian. (*)