ROCKY Gerung mengamati adanya ketidakadilan dalam proses penangkapan HRS, secara telanjang mata diperlihatkan oleh aparat kepolisian, terlihat HRS selalu diintai dengan hukuman atas apapun tindakannya, ini membuat kegelisahan terhadap akal sehat Rocky Gerung (RG) , seperti yang ia ungkapkan dalam youtube channelnya.
“(Kasus HRS) Itu sebenarnya soal sekedar pelanggaran Undang-undang kesehatan , kan (HRS) sudah didenda pula. Hukum (sebenarnya) dibuat untuk saling percaya (antar masyarakat) , pengakraban kembali masyarakat, istilahnya restoratif, ” ujar RG
“(Simple) Jadi undang aja HRS ke Polda berdamai dan (jadikan) Habib (sebagai) influencer untuk (penanggulangan) covid ini, dan meminta HRS ajak rakyat agar tidak berbondong bondong, itu lebih bermutu daripada ancam-mengancam hukuman 6 tahun, jadi hal hal sepele dibesar-besarkan dengan ancaman,” tambah RG.
Baca Juga:Jepang Pernah Sumbang Bansos Covid-19, Media Asahi Soroti Kasus Juliari BatubaraJurnalis Perempuan Afghanistan Tewas Terbunuh
“Habib diancam 6 tahun, padahal Joko candra hanya dikenakan 2 tahun, nyata terlihat ketidakadilan, bahkan Joko Candra disiapkan caranya tuh, tidak ada penghadangan, jelas tidak adil penerapan hukumnya tuh, “kritik RG.
“Padahal kasus (HRS) itu bukan kriminal, bahkan sampai ada 2 petinggi POLRI dicopot…” RG nyatakan.
“Ini prosedur hukum yang dipaksakan untuk menangkap Habib. Apapun aktifitas habib selalu diintai oleh hukum, urai RG.
“Mestinya pihak POLDA merubah caranya , (dari) kebijakan untuk mempidanakan Habib, seharusnya menjadi hanya bercakap-cakap dan meminta Habib membantu kami kepolisian untuk memelihara kesehatan publik. Itu lebih indah. Harusnya pihak Polisi mendahulukan mengayomi bukan mengawali dengan mengancam,” imbuh RG.
“Terlihat ini semua tokoh yang ingin dapat kredit dari Penguasa berlomba untuk memenjarakan habib agar (dapat) kredit point. Keruwetan masalah ini pindah menjadi permainan spekulasi politik,” ujar RG.
“Dengan diamnya istana, Istana menikmati permainan ini. Kerumitan kasus ini menjadi alat tukar tambah dengan jabatan-jabatan baru dari kekuasaan,” duganya.
“Permainan ini dimainkan oleh non playing Captain di atas tribun, permainan jadi kasar dengan menghukum seseorang. Kriminalisasi (benar-benar) terjadi pada HRS . Non Playing Captain ada sekitar 3-4 tokoh , dan target (Non Playing Captain) itu macam-macam dari mengkriminalisasi HRS,” ujarnya.
Baca Juga:KPK Temukan Dokumen Terkait Bansos dari Rumah Juliari BatubaraPerlu Sherlock Holmes, Rocky Gerung: Operasi Intelijen Gagal karena Ada Korban Warga Sipil
“Sebenarnya (semua) itu tidak diperlukan jika Jokowi berbicara , agar para Non Playing Captain tidak (ada kesempatan) bermain lagi. Ini semua terjadi karena istana tidak punya poin, dan Non Playing Captain menunggu poin dari istana juga . Bahkan terlihat Istana hanya menjadi penonton, padahal seharusnya Istana itu (berfungsi) sebagai wasit,” kritiknya.