Jadi bagaimana mungkin mereka menyerang?
Tak lama kemudian muncul rekaman suara komunikasi (voice note) antar-laskar FPI yang mengawal HRS.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Tubagus Ade Hidayat menyebut, voice note itu sebagai bukti adanya niat pengawal HRS menyerang polisi.
Voice note itu segera menyebar luas. Namun setelah dicermati secara detail, publik dan media punya kesimpulan yang berbeda dengan polisi.
Baca Juga:Hati-hati Istirahat di Rest Area Jalan Tol, Polisi Tangkap Komplotan Bandit Spesialis Pecah KacaKorupsi Pengadaan Tempat Pemakaman Umum, Wakil Bupati OKU Ditahan KPK
Dari voice note tersebut justru diketahui rombongan HRS dikuntit oleh kelompok tak dikenal. Para pengawal mencoba menghalang-halangi, agar penguntit tak bisa mendekat mobil yang ditumpangi HRS.
Pada akhir percakapan, salah satu mobil mengaku melanjutkan perjalanan ke Bandung untuk mengecoh penguntit.
Setelah itu komunikasi terputus. Rombongan HRS selamat. FPI menyampaikan ke publik 6 orang laskarnya hilang diculik.
Kelanjutan cerita, seperti sama-sama kita baca di berbagai media. Beberapa saksi yang berada di rest area KM 50 memberi keterangan berbeda dengan polisi.
Arus opini publik berbalik. Apalagi kemudian kelompok civil siciety rame-rame mendesak dibentuk tim pencari fakta. Komnas HAM juga mulai menurunkan timnya.
Langkah Mabes Polri menarik kasusnya dari Polda, dan menurunkan Tim Divisi Propam tidak menurunkan tekanan opini publik.
Memilih medan pertempuran
Dengan menetapkan HRS sebagai tersangka, polisi tampaknya berupaya mengalihkan isu. Setidaknya bisa memecah fokus perhatian publik.
Baca Juga:Beredar Sprindik untuk Menteri BUMN, KPK: PalsuDPR: Vaksin Belum Dapat EUA BPOM, Anehnya Barang sudah Ada di Indonesia, dibeli DP-nya 80 persen
Penetapan HRS sebagai tersangka, bagaimanapun juga pasti akan memancing kemarahan pendukungnya. Apalagi kalau sampai HRS kemudian ditangkap dan ditahan.
Kemungkinan besar mereka akan kembali ramai-ramai ke Jakarta. Ini bisa menjadi santapan media.
Khusus bagi media elektronik, pengerahan massa yang sangat besar secara visual sangat menarik. Layak menjadi berita utama. Fokus media dan publik terpecah.
Dari sisi opini, penetapan sebagai tersangka ini sepenuhnya bisa dikendalikan oleh polisi. Ini menjadi domain penyidik.
Kalau terjadi perdebatan, levelnya pada ranah hukum. Bisa lebih dikelola (manageable).
Beda dengan kasus penembakan. Media dan publik bahkan bisa rame-rame menantang argumen polisi. Temuan media di lapangan. Pengakuan para saksi, membuat Humas Polri kewalahan melayani argumen publik.