INDONESIA telah lama menderita ‘wabah’ militansi, termasuk serangan bom di Jakarta, Surabaya, dan Bali. Jemaah Islamiyah (JI), cabang al-Qaida yang mungkin merupakan kelompok paling mematikan, berada di balik serangkaian serangan bom itu pada 2000-an. Tidak hanya di Indonesia, serangan bom juga terjadi Filipina.
Bahkan mereka sempat merencanakan serangan di Singapura, menurut laporan Uday Bakhshi di The Diplomat. Setelah operasi oleh Detasemen Khusus 88 (Densus-88), JI secara efektif dinetralkan (walaupun tokoh-tokoh yang terkait dengan JI masih terus ditangkap di Indonesia).
Dalam beberapa tahun terakhir, Jamaah Ansharut Daulah (JAD) yang berafiliasi dengan ISIS menjadi kelompok militan paling aktif di Indonesia. Beberapa serangan mereka termasuk serangan bom Jakarta 2016 dan Surabaya 2018. Dengan latar belakang ini, kelompok militan lain juga muncul, yakni Mujahidin Indonesia Timur (MIT).
Baca Juga:Polri Sebut Kelompok Teroris JI Didukung Dana Besar, Penggalangan Kotak Amal di Sejumlah SupermarketJokowi Kutuk Keras Kelompok Teror Ali Kalora
Mereka membual memiliki koneksi ke militan Indonesia berpangkat tinggi di ISIS, dan merupakan kelompok Indonesia pertama yang bersumpah setia kepada ISIS pada 2014. Setelah pasukan keamanan membunuh Santoso, pemimpin MIT, pada 2016, banyak yang yakin kelompok itu akan hancur.
Namun pada 2020, MIT tampaknya telah mendapatkan kembali pijakannya dan telah melakukan beberapa serangan selama beberapa bulan terakhir. Setelah Santoso, Ali Kalora mengambil alih kepemimpinan, dan ia telah menjadi alasan utama kebangkitan MIT. Ali Kalora sejak kecil tinggal di gunung dan hutan di Kabupaten Poso di Sulawesi Tengah, di mana kemampuan operasional MIT terletak.
Keakrabannya dengan medan memberi MIT keunggulan atas pasukan Indonesia, yang secara rutin keluar masuk wilayah sebagai bagian dari Operasi Tinombala, operasi kontraterorisme spesifik yang menargetkan MIT. Operasi Tinombala, yang dimulai pada Januari 2016, terus diperpanjang. Setiap kali pihak berwenang menyatakan mereka hampir menghancurkan kelompok itu, serangan dan bentrokan MIT yang berlanjut membuktikan yang sebaliknya.
Pihak berwenang mengatakan MIT memiliki sekitar selusin militan. Dari Januari hingga April 2020, setidaknya 17 tersangka anggota MIT atau afiliasinya ditangkap. Itu menunjukkan jumlah militan yang sebenarnya mungkin lebih banyak dari yang dinyatakan pihak berwenang. Jumlah itu juga kemungkinan tidak termasuk pendukung kelompok, terutama di Kabupaten Poso, di mana ribuan orang melayat saat pemakaman Santoso.