JAKARTA-Sejumlah pengurus lama Majelis Ulama Indonesia (MUI) terdepak dari jajaran pengurus baru periode 2020-2025. Salah satunya adalah Ketua Dewan Pertimbangan MUI 2015-2020, Din Syamsuddin.
Din yang terkenal kritis terhadap pemerintah, kini aktif di Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI). Kelompok yang berisi tokoh oposisi pemerintah. Bersama Gatot Nurmantyo dan Rochmat Wahab, Din menjabat Presidium KAMI.
Selain Din, sejumlah tokoh PA 212 juga tak lagi menempati posisi pengurus MUI lima tahun ke depan. Misalnya seperti Bachtiar Nasir, Yusuf Martak, dan Tengku Zulkarnain.
Baca Juga:Film Terbaru Park Shin Hye, ‘The Call’ Begini SinopsisnyaWali Kota Cimahi Ajay M Priatna Terkena OTT KPK
Bachtiar menjadi pemimpin Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) MUI yang menggerakan Aksi 411 dan 212 pada 2017 silam. Yusuf Muhammad Martak, yang sebelumnya menjadi Bendahara MUI, juga salah satu tokoh penting di gerakan 212. Ia menjadi Ketua GNPF Ulama yang melanjutkan gerakan GNPF MUI yang dipimpin Bachtiar.
Sementara, Tengku Zulkarnain merupakan tokoh yang lantang mengkritik pemerintah. Tengku tak lagi menjabat sebagai Wakil Sekretaris Jenderal MUI. Tengku Zulkarnain merupakan tokoh yang aktif dan dekat dengan lingkaran 212.
Di kepengurusan baru, mantan Rais Am PBNU Ma’ruf Amin terpilih menjadi Ketua Dewan Pertimbangan MUI. Di Wantim, ia memboyong beberapa pengurus harian MUI periode 2015-2020.
Dua Wakil Ketua Umum MUI periode2015-2020 yaitu Zainut Tauhid Sa’adi_dan Muhyiddin Junaidi menjadi Wakil Ketua Dewan Pertimbangan 2020-2025. Sedangkan Ketua Umum MUI adalah Miftachul Akhyar, yang juga menjabat Rais Am PBNU hingga 2025. Dengan demikian, Ketua Umum dan Dewan Pertimbangan MUI berasal dari PBNU.
Tak lagi menjadi pengurus, Din mengkritik adanya rangkap jabatan di susunan pengurus MUI terbaru. Adapun rangkap jabatan yang dimaksud yaitu jabatan politik.
Dia menyebut, jika pengurus MUI rangkap jabatan baik di legislatif maupun eksekutif, akan menyebabkan MUI terseret arus kepentingan politik yang kerap kali tidak memihak kepada umat.
“Sesuai prinsip PD & PRT, sebaiknya Pemangku Amanat di MUI, baik Dewan Pimpinan maupun Dewan Pertimbangan, jangan merangkap jabatan politik di eksekutif, legislatif, dan partai politik. Perangkapan jabatan demikian akan membawa MUI mudah terkooptasi dan terkontaminasi kepentingan politik yang acapkali tidak sejalan dengan kepentingan umat Islam,” kata Din dalam keterangan tetulisnya, Jumat (27/11/2020). (*)