Dalam penulisan buku sejarah memang tidak ada masalah untuk di generalisasi, tetapi tidak untuk di universitas. Kenyataan berkata lain. Beberapa buku di universitas pun belum berubah sampai tahun 1970-an. Karena sumber-sumber untuk sekolah berasal dari universitas. Demi perlunya para ilmuwan sejarah di Indonesia untuk menggali sejarah bangsanya sendiri, tidak bisa lagi terpaku dari penulisan sejarah kolonial.
Penulisan para sejarawan Belanda harus mulai ditinggalkan, karena bernuansa generalisasi yang berdampak mitos-mitos muncul dan syarat kepetingan akan masa kolonial. Bangsa ini benar-benar harus serius menuliskan sejarahnya. Karena mitos sejarah yang lahir dari penulisan sejarah di masa lalu dan hidup dalam penghayatan sejarah masa kini, kelak akan mati dalam penulisan sejarah di masa depan bersama kebudayaan dan generasi yang mendukungnya.
Butuh 300 tahun lebih bagi Belanda untuk menguasai Indonesia secara utuh. Awal kedatangan VOC jelas untuk mendapatkan komoditas yang mahal yang dijual Eropa, namun itu pun hanya di sekitar pelabuhan Sunda Kelapa. Perkataan Gubernur Jenderal B.C. de Jonge berkata, “Kami orang Belanda sudah berada di sini 300 tahun dan kamu akan tinggal 300 tahun lagi.” Perkataan mengenai “sudah berada di sini 300 tahun” dijelaskan sebagai menempati wilayah Nusantara harus dikoreksi dengan cermat.
Baca Juga:BPPTKG Sebut Status Gunung Merapi Tetap Bertahan Pada Level IIIInsiden Penembakan di Wisconsin, Kemenlu: Tak Ada WNI yang Jadi Korban
Tahun 1619 ketika VOC pertama kali datang yang dianggap wilayah Nusantara suatu kesalahan fatal dalam melihat wilayah Nusantara. Apalagi itu hanya sebagaian wilayah dari Jakarta Utara. Penguasaan wilayah yang amat sulit seperti Aceh, Minangkabau, Jawa Tengah, dan wilayah Batak membutuhkan hampir lebih 50 tahun untuk setiap daerah.
Tidak mudah untuk mendapatkan wilayah tersebut, contoh nyata bagaimana menghadapi Perang Padri dan Perang Diponegoro. Ketika Perang Diponegoro sedang berlangsung Perang Padri berusaha diredam, Perang Diponegoro banyak menghabiskan anggaran dan sumber daya pertahanan.
Dengan demikian, perlawanan yang tercipta bukan disebut sebagai penjajahan tetapi perlawanan dari negeri-negeri yang merdeka, karena tidak dipungkiri Perang Diponegoro diawali karena pelanggaran batas wilayah yang dilakukan Pemerintah Hindia Belanda. Butuh 300 tahun lebih bagi pemerintah Hindia Belanda untuk bisa mengusai wilayah Indonesia dengan berbagai cara.