Penulisan sejarah di Indonesia diawali oleh para penulis ilmuwan asal Belanda untuk memberikan interpretasi atas kondisi Indonesia selama dijajah oleh Belanda. Kaum terpelajar di Indonesia mau tidak mau mendapatkan informasi dan pelajaran tentang sejarah Indonesia berasal dari sekolah Belanda, sehingga berkembang aliran Eropasentris dan Indonesiasentris. Eropasentris melihat bagaimana Indonesia dari kacamata ilmuwan Eropa yang mendarat di Indonesia, melihat Indonesia yang kala itu menjadi beberapa bagian kerajaan dan posisi bangsa Indonesia sebagai wilayah jajahan.
Indonesiasentris melihat bagaimana perkembangan Indonesia dari kacamata penduduk Indonesia. Indonesia yang terbagi berbagai macam kerajaan, tetapi tetap bekerja sama antar-kerajaan yang membentuk sistem kerajaan yang baik. Sebagian besar penduduk Indonesia −ketika Belanda sudah menguasai Indonesia− mendapatkan pelajaran dari Belanda berdasarkan aliran Eropasentris.
Peranan buku-buku pelajaran yang berkembang kala itu membentuk generasi muda Indonesia pasca kemerdekaan. Generasi muda era 1920-an dan 1930-an merupakan generasi yang akan memimpin Indonesia setelah merdeka. Walhasil, pidato-pidato mereka akan banyak terpengaruh oleh buku-buku yang diterbitkan oleh pemerintah kolonial. Salah satunya pidato Bung Karno untuk membakar semangat Indonesia dengan menyebutkan Indonesia dijajah Belanda selama 350 tahun.
Baca Juga:BPPTKG Sebut Status Gunung Merapi Tetap Bertahan Pada Level IIIInsiden Penembakan di Wisconsin, Kemenlu: Tak Ada WNI yang Jadi Korban
Ini berawal dari buku pelajaran sejarah yang digunakan sekolah-sekolah kolonial yang berdasarkan dua ilmuwan Belanda, Eijkman dan Stapel. Semua sekolah menengah menggunakan buku ini. Buku Stapel ini menjadi sumber bagi masyarakat umum untuk menimba pengetahuan tentang sejarah Nusantara. Buku sejarah tersebut diterbitkan pada masa colonial. Negara-negara Pribumi telah hilang dari peta Nusantara, kecuali Aceh yang masih merdeka.
Di Kalimantan, menurut buku tersebut hanya ada kongsi-kongsi Cina yang sebelum 1854 bertindak selayaknya republik mandiri. Di Bali, raja-raja merdeka hanya ada sebelum 1849. Di Sulawesi Selatan, hanya ada kerajaan Bone, Wajo, dan Luwu yang merupakan pemerintahan sendiri. Di Sulawesi Tengah ada beberapa negara kecil yang masih merdeka dan tergabung dalam berbagai bentuk perserikatan.
Sebenarnya ada semacam pengingkaran keadaan pada abad ke-19 dan awal abad ke-20, dimana raja-raja dan negeri-negeri dalam berbagai tingkat hubungan dengan Batavia masih dikenal. Dengan demikian, terciptalah citra Nusantara dijajah lebih dari tiga ratus tahun. Bahkan dalam edisi ke-6 buku pelajaran yang terbit pada 1930, tidak lagi terdapat negara-negara kecil di Sulawesi Tengah. Begitu pula raja-raja Bali, karena kerajaan-kerajaan itu telah hilang kemerdekaannya.