JAKARTA – Di bangku sekolahan, jejak raja-raja Jawa khususnya kerajaan Mataram abad ke-17 sampai abad ke-19 hanya diajarkan pada tataran pengantar saja. Padahal, jika didalami seseorang akan mendapatkan banyak fakta terkait kerajaan yang pernah membuat kongsi dagang Belanda, VOC hampir menyerah.
Oleh sebab itu, siapa pun yang hendak mendalami kerajaan Mataram niscaya akan mendapatkan informasi yang tak cuma terkait hagemoni kebesaran kerajaan Mataram. Beruntung, penjabaran lengkap tentang kerajaan Mataram telah diulas secara lengkap dalam buku Negara dan Kekuasaan di Jawa Abad XVI-XIX (1985).
Dalam buku tersebut, sang penulis Soemarsaid Moertono atau yang kerap disapa Mas Moer, menjabarkan secara lengkap terkait kekuasaan raja-raja dan budaya di Jawa. Uniknya, Mas Moer pun menjadikan kehidupan Kerajaan Mataram sebagai panduan utama yang awalnya berbentuk sebuah tesis monumental.
Baca Juga:Dari Buku ke BukuKetika Eksistensi Vatikan Diragukan?
Dikatakan monumental, karena lewat tesisnya itu, para sejarawan dunia sekelas Ben Anderson maupun Peter Carey begitu terinspirasi untuk mendalami kebudayaan jawa, pun ketika tesisnya dibukukan yang membuat semakin banyak orang terinsiprasi. Sastrawan Goenawan Mohamad salah satunya
Dalam salah satu tulisannya, Goenawan pernah mengungkap jikalau para raja di Jawa adalah ekspresi sebuah idaman, terutama idaman tetang stabilitas sama seperti yang diungkap Mas Moer. Dirinya mencontohkan kita akan arti nama dari raja Mataram. Amangkurat dan Mangkubumi berarti ”memangku bumi”. Hamengku Buwono berarti ”memangku benua”. Paku Buwono: ”paku” atau ”pasak” yang membuat kontinen tak bergerak terus, terpacak tak terguncang-guncang.
Selebihnya, dalam buku ini para pembaca akan mendapatkan gambaran tentang kerajaan Jawa. Terutama, hubungan raja dan rakyat, idealnya raja Jawa, hingga silsilah raja Jawa, dan pajak rakyat yang dipungut oleh kerajaan.
Semuanya tak lain untuk memberikan pemahaman yang baru. sebuah pemahaman terkait sejarah bukan cuma tentang memoles-moles kebesaran masa silam, melainkan untuk mencari tahun kesalahan di masa silam agar tidak terulang kembali.
Memahami konsep hubungan raja dan rakyat pada kerajaan di Jawa paling mudah dipelajari dari kaitan kawula-gusti (hamba dan tuan). Melalui kata tersebut dapat menggambarkan bahwa hubungan antara gusti (tuan) dan rakyat (hamba) terdapat jurang pemisah yang cukup lebar.