JAKARTA-‘Buku’ – apapun genre-nya, buku merupakan barang berharga yang syarat akan ilmu pengetahuan. Oleh sebab itu, mereka yang membaca buku merupakan golongan orang beruntung seperti yang digaungkan oleh sederet pemimpin bangsa di seluruh pelosok negeri.
Sebagaimana yang diungkap oleh sastrawan Indonesia, Goenawan Muhamad. Dengan melestarikan tradisi membaca, sama halnya dengan melakukan perlawanan terhadap kebodohan. Sebab, melalui buku lah seseorang dapat menciptakan, mengubah, bahkan membentuk sesuatu yang dianggapnya benar dan harus dijalani.
“Membaca bukan seperti makan: ada mulut, ada rendang Padang, ada pencernaan, ada pembuangan. Bacaan sebagai ‘makanan otak’ adalah kiasan yang menyesatkan. Membaca adalah berargumentasi, menciptakan, membentuk, mengubah: semua itu pada saat yang sama juga proses menghidupkan apa yang dibaca,” ungkap Goenawan Muhamad.
Baca Juga:Ketika Eksistensi Vatikan Diragukan?Awal Karakter Sejarah Film, Hari Ini Film Frankenstein Dirilis,
Lantas, untuk sampai pada proses menghidupkan kembali apa yang dibaca, paling tidak seseorang membutuhkan buku-buku yang dapat memberikan khazanah berpikir. Beruntung, P. Swantoro dalam bukunya berjudul Dari Buku ke Buku: Sambung Menyambung Menjadi Satu (2002), telah memberikan referensi akan buku-buku terbaik sepanjang masa.
Tercatat, dalam penulisan buku ini empunya tulisan mengunakan 168-200 buku, jurnal, Koran, majalah, dan bentuk literasi lainnya. Tak hanya itu, penulis dengan lihainya mengaitkan antara satu referensi dan referensi lainnya untuk menjembatani suatu peristiwa bersejarah yang ingin didongengkan. Entah itu dari periode Penjajahan Portugis, Belanda, Jepang, hingga Kemerdekaan Indonesia.
Menariknya, semua topik itu diulas oleh penulis dengan gaya khas storytelling. Gaya tersebut, tak lain seperti keinginan P.Swantoro, yaitu ia ingin menceritakan suatu peristiwa bersejarah layak seorang kakek yang mendongengkan kisah-kisah penuh makna.
Namun, bukan dongeng yang hanya berkembang lewat mitos. Melainkan, pria yang juga mantan Wakil Redaksi Harian Kompas (1966-1989), selalu menandai kisahnya dengan seberkas fakta sembari mengutip ulang isi buku, lengkap dengan halaman buku yang dikutip olehnya.
Buku-buku yang digunakan olehnya pun tak sembarang buku. Sederet buku langka yang generasi kekinian sukar menemukannya di etalase toko buku, banyak dihadirkan. Beberapa di antaranya Geïllustreerde encyclopaedie van Nederlandsch-Indië (1934), The History of Java (1817), The History of Sumatra (1783), Mohammad Hatta: Memoir (1979), dan Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat Indonesia (1965).