Sementara, Deputi Koordinasi Bidang Pendidikan dan Agama Kementerian Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) Agus Sartono mengatakan kembali dibukanya sekolah untuk pelaksanaan pembelajaran tatap muka dilakukan karena berbagai pertimbangan.
Salah satunya karena sistem pembelajaran jarak jauh (PJJ) yang dilakukan selama masa pandemi COVID-19 ini ternyata berdampak negatif karena membuat angka putus sekolah semakin tinggi karena mereka harus bekerja membantu orang tuanya.
“Sistem pembelajaran yang tidak dilakukan tatap muka secara langsung di sekolah memiliki dampak negatif terhadap anak. Kita berpotensi menghadapi tingginya angka putus sekolah karena banyak peserta didik yang terpaksa harus bekerja membantu orang tua dan keluarga pada masa pandemik ini,” kata Agus dalam konferensi pers yang ditayangkan di akun YouTube Kemendikbud RI, Jumat, 20 November.
Baca Juga:Soal Kerumunan Massa di Bogor, Begini Penjelasan Ridwan KamilMengenal Lebih Dekat Pangdam Jaya Mayjen TNI Dudung Abdurachman
Selain itu, perbedaan akses kualitas pembelajaran jarak jauh juga mengakibatkan terjadinya kesenjangan capaian belajar terutama bagi anak-anak dari sosial ekonomi yang berbeda. Kemudian, minimnya interaksi guru dan siswa, serta adanya tekanan akibat pembelajaran jarak jauh juga menyebabkan siswa stres.
“Dengan tinggal di rumah, tercatat banyak anak terjebak kasus kekerasan di rumah tanpa terdeteksi oleh guru,” katanya. (*)