PRAKTIK korupsi masih menjadi salah satu masalah besar yang dialami bangsa dan negara kita Indonesia. Naifnya, pelaku korupsi pun tak berjarak jauh dari kekuasaan. Malah pelakunya akrab dengan kekuasaan. Ada sebuah ungkapan dari Lord Acton yang sangat mashur, “Power tend to corrupt absolute power corrupt absolutely” (Kekuasan cenderung untuk korupsi, kekuasaan absolut cenderung untuk korupsi absolut).
Ungkapan ini relevan dengan realitas yang terjadi, korupsi timbul dan tumbuh pada kekuasaan dan melibatkan para elite Negara yang menduduki jabatan dan kekuasaan negara. Atau paling tidak akrab dengan Legislatif, Eksekuti, dan Yudikatif. Ketiga lembaga ini adalah kekuasaan negara yang rentan dengan korupsi, bahkan sudah mengakar. Istilah fee sangat trend di lembaga tersebut sebagai bahasa komunikasi korupsi. Sehingga sebagian kalangan berpendapat lembaga-lembaga tersebut patut diidiomkan sebagai “kampung maling”.
Kita tentu masih ingat nama Harun Masiku. Eks Caleg PDI Perjuangan yang terjerat kasus dugaan penyuapan kepada eks Ketua KPU Wahyu Setiawan, hingga kini masih misterius keberadaannya. Kalau ditelisik, sejak namanya masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) di KPK pada 17 Januari 2020 lalu, Harun tercatat sudah menjadi buronan selama 300 hari lebih. Terkait hal itu, Indonesia Corruption Watch (ICW) menyebut keberadaan Harun Masiku seakan hilang seperti ditelan bumi dan bisa diduga sengaja disembunyikan. Apalagi pada BAP-nya menyebut adanya dugaan keterlibatan petinggi partai pada kasus ini.
Baca Juga:Adanya Persaingan, Refly Harun: Kalau Membicarakan DKI dan Pemerintah Pusat Selalu PanasCek Disini Caranya, BLT Subsidi Gaji untuk Guru Honorer Rp1,8 Juta
“Sejak KPK memasukkan Harun Masiku ke dalam daftar buronan (17 Januari 2020), praktis per hari ini genap sudah 300 hari mantan calon anggota legislatif PDIP seakan hilang bak ditelan bumi,” ucap Peneliti ICW Kurnia Ramadhan, sebagaimana dilansir berbagai media online pada Jumat (13/11/2020) lalu.
Menurut Kurnia, lembaga antirasuah tersebut gagal meringkus buronan Harun Masiku. Sebab utamanya adalah melemahnya kemampuan Ketua KPK Firli Bahuri dalam memimpin KPK, terutama dalam menjalankan misi pemberantasan korupsi. Bahkan dibawah kendali Firli Bahuri KPK malah menjadi lembaga yang tidak lagi disegani oleh para pelaku kejahatan korupsi.
Karena itu, seperti yang dilakukan oleh ICW, kita juga mendesak agar tim satuan tugas yang diberikan kewenangan untuk mengejar buronan Harun Masiku untuk dibubarkan. Bahkan Deputi Penindakan KPK Karyoto segera dievaluasi kinerjanya, bila perlu dicopot dari jabatannya. Karena, ia diberi mandat sebagai penanggung jawab tim Satgas namun gagal menjalankan tugas dengan baik.