BONDOWOSO-Potensi besar cagar budaya di Kabupaten Bondowoso perlu mendapatkan perlindungan lebih baik. Pasalnya, situs-situs tersebut tersebar hampir di 23 kecamatan dan berada di lokasi dengan tingkat kerawanan tinggi. Adapun peninggalan Megalitikum itu diantaranya berbentuk penguburan, batu kenong, tempat-tempat pemujaan, patung, manik-manik.
Kasi Sejarah Dan Kepurbakalaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Bondowoso, Heri Kusdaryanto menerangkan bahwa situs-situs tersebut berada di lereng-lereng gunung dan di lahan milik masyarakat. Sehingga kondisi ini membuat keberadaan benda-benda bersejarah rawan terjadi pencurian dan pengrusakan.
Untuk itu pihaknya berupaya untuk menambah juru pelihara (Jupel) yang saat ini masih tersebar hanya di 17 kecamatan.
Baca Juga:Buru Mantan Caleg PDI Perjuangan, KPK Evaluasi Tim Pemburu Harun MasikuKlaim Korban Konspirasi, Benny Tjokrosaputro: Saya Korban dari Pihak-pihak Tertentu
“Untuk jupel tenaga honorer ada 56 orang. Untuk yang PNS dari BPCB (Balai Pelestarian Cagar Budaya) ada 17 orang,” paparnya, Jumat (23/10/2020).
Sementara itu, Tenaga Ahli Arkeologi Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jatim mengakui bahwa menjaga kelestarian cagar budaya terkendala oleh kepemilikan lahan. Di Bondowoso, petani atau pemilik lahan menggeser sendiri batu kenong karena dianggap mengganggu tamannya.
“Memang perlu terus dilakukan sosialisasi tanpa lelah kepada masyarakat,” katanya.
Sehingga, pemerintah perlu lebih intensif memberikan edukasi dan pemahaman kepada masyarakat agar peduli dan turut melindungi keberadaan benda-benda sejarah di lingkungannya masing-masing.Meski perlindungan hukum cagar budaya sudah ada, namun ketidakpahaman masyarakat menjadi salah satu kendala dalam upaya pelestarian cagar budaya. (*)