Politikus PDIP itu memastikan tidak ada perubahan yang substansial dalam UU Ciptaker meski jumlah halamannya bertambah. “Pasti berbeda dari jumlah halaman. Yang penting isinya sama,” tegasnya.
Berbeda dengan Pratikno dan Yasonna, Ahli Hukum Tata Negara dari Universitas Andalas, Feri Amsari mencurigai ada perubahan substansi dalam draft UU Ciptaker yang 1.187 halaman.
Dia menuding, penambahan 315 halaman tidak mungkin hanya disebabkan oleh perubahan format seperti font dan margin tulisan. “Tidak masuk akal. ini semakin membuktikan memang ada permasalahan dalam Undang-undang itu,” kata Feri, saat dihubungi, kemarin.
Baca Juga:LPPOM MUI Harap Masyarakat Tidak Gaduh Soal Halal Haram Vaksin Covid-19Pasien Uji Coba Vaksin COVID-19 AstraZeneca Meninggal Dunia, Ini Fakta-faktanya
Menurut Feri, pemerintah tidak berhak mengotak-atik draf yang su dah disetujui DPR. Draft tersebut hanya sekadar tinggal ditandatangani presiden. Presiden tidak berhak memeriksa substansi karena sudah disetujui bersama. “Kalau terjadi perubahan-perubahan lain, itu mengingkari persetujuan bersama,” kata Feri.
Ia menilai perubahan jumlah halaman ini semakin menunjukkan proses penyusunan UU Ciptaker cacat formil. Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR, Supratman Andi Agtas juga membenarkan soal halaman final 1.187 halaman.
Selain karena persoalan bentuk buruf dan kertas, dia menyebut ada pencabutan 1 pasal yaitu pasal 46 Pasal 46 UU nomor 22 Tahun 2001 tentang minyak dan Gas Bumi.
Menurutnya, Pasal 46 memang seharusnya dihapus dari UU Cipta Kerja karena terkait tugas Badan Pengatur Hilir (BPH) migas. “Jadi kebetulan Setneg (Sekretariat Negara) yang temukan. Jadi, itu seharusnya memang dihapus, karena itu terkait dengan tugas BPH migas,” kata Supratman kepada wartawan, kemarin.
Dia menerangkan, awalnya pemerintah mengusulkan pengalihan kewenangan penetapan toll fee dari BPH migas ke Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Namun, menurutnya, DPR tidak menyetujui usulan tersebut dalam pembahasan di Panitia Kerja RUU Ciptaker Baleg DPR. “Atas dasar itu, kami bahas di Panja, tapi diputuskan tidak diterima di Panja,” katanya.
Idealnya, pasal tersebut sudah harus dihapus oleh DPR sebelum naskah diberikan kepada pemerintah. namun, kekeliruan itu justru baru ditemukan oleh pihak pemerintah, dalam hal ini Kemensetneg, sehingga pasal tersebut baru dihapus. (rmco)