“Jadi itu adalah keputusan Panitia Kerja RUU Cipta Kerja yang kami (Baleg DPR RI) masukkan supaya sesuai dengan apa yang telah diputuskan oleh Panitia Kerja,” kata Supratman.
Supratman mengeklaim bahwa tindakan mengembalikan pasal-pasal UU Ketenagakerjaan ke dalam UU Ciptaker yang sudah disahkan di Rapat Paripurna DPR tidak melanggar UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Menurutnya, undang-undang dikatakan cacat formal apabila DPR memasukkan pasal yang bukan merupakan keputusan di dalam Panitia Kerja.
“Seharusnya tidak (melanggar aturan). Karena memang keputusan panja itulah yang harus disahkan,” ucapnya.
Baca Juga:Polisi Pastikan Mal Thamrin City Tidak Dibakar dan Dijarah MassaPengacara Syahganda Nainggolan Bantah Adanya Percakapan Group WA Bahas Demo Tolak UU Ciptaker
Dalam catatan beritaradar.com, pembahasan RUU tentang Cipta Kerja dimulai saat rapat kerja antara DPR dan pemerintah pada 14 April 2020.
Rapat Panja untuk membahas daftar inventarisasi masalah (DIM) dimulai 20 Mei hingga 3 Oktober 2020. Ia dilakukan sebanyak 60 kali. Berdasarkan sistem penomoran, DIM RUU Cipta Kerja terdiri dari 7.197.
Panja telah melakukan rapat dengar pendapat atau rapat dengar pendapat umum dengan pihak terkait sebanyak 9 kali dan 4 kali rapat pimpinan. Setelah disahkan pada 5 Oktober, RUU Cipta Kerja terdiri atas 15 bab dan 186 pasal. Dari 812 halaman draf UU yang diakui terbaru, ada 487 pasal dan sisanya penjelasan.
Namun, terhadap dokumen terbaru itu, ada perubahan substansi pasal-pasal, yang artinya bukan hanya masalah teknis.
Di antaranya mengenai UU 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH).
Pasal 1 angka 11 UU PPLH (dalam draf 905 halaman tanggal 5 Oktober) berbunyi analisis dampak lingkungan sebagai syarat operasional perusahaan menjadi bagian perizinan berusaha atau persetujuan pemerintah pusat. Berdasarkan draf 812 halaman yang diakui oleh DPR, ada frasa baru “persetujuan pemerintah daerah”.
Bunyi pasal 1 angka 11 UU PPLH yang diubah dalam draf UU Cipta Kerja setebal 812 halaman:
Baca Juga:Beredar Video Mobil Ambulans Dikejar dan Ditembaki Polisi hingga Jalan MundurBintang Juventus asal Portugal Cristiano Ronaldo Terpapar Covid-19
“Analisis mengenai dampak lingkungan hidup yang selanjutnya disebut Amdal adalah kajian mengenai dampak penting pada lingkungan hidup dari suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan, untuk digunakan sebagai prasyarat pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan serta termuat dalam perizinan berusaha, atau persetujuan pemerintah pusat atau pemerintah daerah.”
Perubahan lain pada pasal 1 angka 12 dan angka 35 yang menambahkan frasa sama yakni “pemerintah daerah”. Total, dalam draf terbaru setebal 812 halaman, ketiga pasal berkaitan Amdal, UKL/UPL, persetujuan berusaha dan persetujuan lingkungan, yang semula ditangani pemerintah pusat berubah menjadi bersama pemerintah daerah. (*)