LEBIH dari sepekan, rakyat Indonesia dibuat bingung atas dokumen final undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja. Setelah disahkan 5 Oktober lalu, dokumen undang-undang sapu jagat itu masih direvisi oleh para politikus di Senayan.
Dokumen pertama berupa draf UU Cipta Kerja setebal 1.028 halaman saat pemerintah menyerahkannya ke DPR pada 12 Februari, yang kemudian diunggah ke website resmi Baleg DPR.
Setelah disahkan pada 5 Oktober, draf final UU Cipta Kerja menjadi siluman, dan ada empat versi yang beredar ke publik:
Baca Juga:Polisi Pastikan Mal Thamrin City Tidak Dibakar dan Dijarah MassaPengacara Syahganda Nainggolan Bantah Adanya Percakapan Group WA Bahas Demo Tolak UU Ciptaker
- Draf setebal 905 halaman yang beredar pada 5 Oktober
- Draf setebal 1.052 halaman yang beredar pada 9 Oktober setelah cek salah ketik
- Draf setebal 1.035 halaman yang beredar pada 12 Oktober pagi
- Draf setebal 812 halaman yang beredar pada 12 Oktober malam, diklaim ada perubahan format kertas.
Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin dan Ketua Badan Legislasi DPR RI Supratman Andi Agtas menjawab simpang siur yang terjadi mengenai jumlah halaman Undang-Undang Cipta Kerja yang sebenarnya.
Pada giliran pertama, Azis Syamsuddin menegaskan bahwa UU Cipta Kerja yang resmi hanya berisi 488 halaman. Namun, apabila ditambah dengan jumlah halaman penjelasan UU Omnibus Law tersebut, totanya menjadi 812 halaman.
“Kalau sebatas pada UU Cipta Kerja, hanya sebatas 488 halaman. Ditambah penjelasan menjadi 812 halaman,” kata Azis dalam konferensi pers di Kompleks Parlemen RI, Senayan, Jakarta, Selasa.
Azis menjelaskan bahwa pada saat pembahasan di Panitia Kerja RUU Cipta Kerja, margin kertas masih ukuran biasa (A4).
Politikus Golkar ini mengklaim draf UU Cipta Kerja terbaru setebal 812 halaman adalah yang siap dikirim kepada Presiden Jokowi paling lambat hari ini, Rabu (13/10/2020).
“Kami punya waktu 7 hari kerja untuk mengirimkan RUU. Sedangkan presiden punya waktu 30 hari untuk menandatangani pengesahan UU,” kata Azis, kemarin.
Beberapa pasal Undang-undang (UU) Nomor 13 Tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan akhirnya dikembalikan ke UU Cipta Kerja (Ciptaker). Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR, Supratman Andi Agtas menerangkan, pasal-pasal dalam UU Ketenagakerjaan (existing) kembali dimasukkan ke dalam pasal 79, 88 A, dan 154 UU Ciptaker.
Baca Juga:Beredar Video Mobil Ambulans Dikejar dan Ditembaki Polisi hingga Jalan MundurBintang Juventus asal Portugal Cristiano Ronaldo Terpapar Covid-19
Supratman mencontohkan, pasal 79 (aturan cuti dan istirahat mingguan pekerja) dalam draf RUU Ciptaker sebelum disahkan di rapat paripurna DPR pada 5 Oktober berisi lima ayat. Padahal, dalam rapat Panitia Kerja RUU Ciptaker sebelumnya, DPR ingin mengembalikan pasal itu sesuai UU existing.“Pasal 79 ayat 1, ayat 2, ayat 3, itu juga adalah hasil keputusan Mahkamah Konstitusi. Nah, itu yang kami kembalikan semua (kepada ketentuan UU Ketenagakerjaan),” kata Supratman dalam konferensi pers yang digelar DPR RI di Kompleks Parlemen RI, Senayan, Jakarta, Selasa (14/10).Begitu pula dengan pasal 154 UU Ciptaker. Saat proses editing draf UU Ciptaker, kata Supratman, sempat terjadi simplifikasi. Padahal sesuai rapat Panitia Kerja, diputuskan pasa 154 UU Ciptaker berisi pasal 161 sampai pasal 172 UU Ketenagakerjaan (terkait dengan aturan PHK).