Mobil Mitsubishi Delica 4WD Turbo-D seperti yang dipakai dalam teror bom Bali 1, 12 Oktober 2002. (Foto: Wikimedia)
Berat total bom mobil van itu mencapai 1.020 kilogram, menghasilkan ledakan termobarik bertemperatur sangat tinggi dan dengan gelombang kejut yang mampu memecahkan kaca gedung yang terletak jauh dari lokasi pengeboman.
Bahkan pelaku pengebomannya pun terkejut dengan skala ledakan yang dihasilkan. Diwawancarai oleh koran Sunday Times, Imam Samudra mengakui bahwa ledakan mobil van itu “lebih besar dari yang (kami) bayangkan.”
Jejak al-Qaeda di Bom Kuta
Baca Juga:Paus Fransiskus: Kapitalisme Gagal Selama Pandemi CoronaKeraton Yogyakarta Hadiningrat Tiadakan Prosesi Budaya Tradisi Garebeg Mulud Tahun Jumakir
Saat ini, kesimpulan penyelidikan adalah bahwa peristiwa tragis pada 2002 itu dilakukan oleh Jemaah Islamiyah yang dipimpin oleh Abu Bakar Ba’asyir. Namun, terdapat pula dugaan bahwa mereka dibantu oleh sejumlah pihak.
Sepekan setelah kejadian pengeboman, koran Al Jazeera merilis rekaman audio berisi suara Osama Bin Laden, salah satu pemimpin kelompok ekstrimis Al-Qaeda, yang mengatakan bahwa motif bom Bali adalah pembalasan atas kampanye War on Terror dari AS, sekaligus atas upaya Australia dalam kemerdekaan Timor Timur.
https://twitter.com/Baliupdated/status/1315483305005903873?s=20
Sementara itu, seorang bekas agen FBI, Ali Soufani dalam bukunya The Black Banners, mengatakan bahwa al-Qaeda membiayai peristiwa bom Bali 2002. Hal ini diakui oleh pelaku terorisme Hambali, yang mengatakan bahwa ia menerima uang 30.000 dolar AS dari kelompok al-Qaeda untuk membeli bahan-bahan peledak dalam peristiwa bom Bali 2002.
Selain itu seorang ustad anggota Jamaah Islamiyah, Ustad Aris Munandar, juga dituduh membantu para pelaku pengeboman membeli bahan peledak. Oleh pihak intelijen Filipina ia juga dihubungkan dengan Muhammad Abdullah Sughayer, seorang anggota grup teroris Abu Sayyaf di Filipina.
Beberapa pelaku teror bom 2002 telah menerima hukuman. Pada 8 November 2008, Imam Samudra, Amrozi Nurhasyim, dan Hudan bin Abdul Haq dieksekusi mati di Lapas Nusakambangan, Cilacap. Sementara itu pada 9 Maret 2010, Dulmatin tewas setelah diterjang peluru tajam di Jakarta. Ia dianggap bertanggung jawab memasang sistem ponsel sebagai pemicu salah satu bom yang meledak di Bali pada akhir 2002 itu. (*)