Sedangkan untuk siswa dalam pembelajaran bahasa Inggris, aplikasi yang sering dipakai adalah aplikasi pesan, penyimpanan video, ruang kelas, kamus bahasa Inggris dan aplikasi konferensi video.
“Melihat hasil survei, FSGI berkesimpulan masih ada aplikasi di luar rujukan Kuota Belajar lebih dikenal dan lebih banyak digunakan guru dan siswa,” katanya.
FSGI juga menilai tingkat pengenalan dan penggunaan yang rendah untuk aplikasi pembelajaran menunjukkan penggunaan aplikasi bukanlah perangkat utama dalam pembelajaran online atau daring.
Baca Juga:Gunakan Road Bike, Dian Sastrowardoyo Mulai Main SepedaLama Jomblo, Luna Maya Hilang Gairah
“Rendahnya tingkat pengenalan dan penggunaan juga berpotensi mengakibatkan rendahnya serapan jumlah kuota yang sudah dialokasikan pada kuota belajar,” ujarnya.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Dewan Pengawas FSGI Retno Listyarti mendorong Kemendikbud untuk melakukan evaluasi menyeluruh terkait PJJ fase kedua.
“Kami menilai Kemendikbud bersama dinas-dinas pendidikan perlu melakukan evaluasi dari PJJ fase kedua ini, mulai dari perencanaan, implementasi dan perlu mengambil sampel tidak hanya pada sekolah dan guru tapi dari orang tua dan anak, sebagai pengguna pelayanan PJJ,” katanya.
Menurutnya Kemendikbud perlu melakukan sosialisasi dan diseminasi secara masif tentang panduan PJJ sebagaimana yang tertuang dalam Surat Edaran Sekjen Kemendikbud Nomor 15 Tahun 2020 tentang Pedoman Penyelenggaraan Belajar dari Rumah dalam Masa Darurat Penyebaran COVID-19. Hal itu harus dilakukan agar aturan tersebut dipahami oleh seluruh Dinas Pendidikan dan sekolah dan guru.
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) bidang pendidikan itu juga merekomendasikan agar Kemendikbud mendorong Dinas Pendidikan di daerah untuk menerapkan kurikulum khusus atau Kurikulum 2013 yang disederhanakan.
“Tujuannya membantu guru karena sekolah tidak berani mengambil keputusan, kepala sekolah tidak berani mau pakai kurikulum yang mana lantaran Kemendikbud memilihkan tiga, sebaiknya Kemendikbud tentukan satu saja,” tegasnya.
Dikatakannya, perencanaan yang tidak jelas dapat berdampak pada pelaksanaan PJJ yang tidak mengalami perbaikan. Imbasnya, sekolah dan guru akan mengalami kebingungan yang akan berdampak juga kepada anak didik.
Baca Juga:Covid-19 Merusak Sektor Pariwisata Bali, Begini Kisah WarganyaTarget Migas Timor Leste Lumpuh
Sementara itu, sebelumnya pemerhati pendidikan dari Vox Populi Institute Indonesia, Indra Charismiadji mengatakan bantuan kuota internet dari Kemendikbud terkesan sebagai penggiringan peserta didik untuk berlangganan aplikasi berbayar yang bisa diakses dari kuota belajar.