JAKARTA-Pengangguran di Bali beralih ke pekerjaan serabutan, mereka kerja seadanya dengan upah minim karena COVID-19 merusak sektor pariwisata pulau itu.
Channel News Asia (CNA) berbicara kepada tiga orang Bali yang kehilangan pekerjaan di sektor pariwisata dan harus mengambil pekerjaan serabutan dari menjual dupa hingga membangun rumah demi bertahan hidup.
Saat itu hampir pukul 19.00, dan Kuta, pusat pariwisata paling terkenal dan semarak di Bali, tampak sunyi dan suram. Lenyap sudah suara dentuman musik dansa yang menggelegar dari kelab malamnya, seruan para pemilik toko yang menawarkan pakaian dan suvenir murah, serta tawa ceria para turis dari seluruh dunia yang berjalan-jalan di trotoar untuk bersenang-senang.
Baca Juga:Target Migas Timor Leste LumpuhVeronica Koman dan TAPOL Inggris Terbitkan Laporan Pemberontakan Papua Barat 2019
Pandemi COVID-19 dan pembatasan perjalanan di seluruh dunia telah menghentikan wisatawan untuk datang. Akibatnya, hampir semua toko dan restoran yang berjajar di sepanjang jalan Kuta harus menutup bisnisnya untuk sementara. Kuta – daerah yang sebelum pandemi dijejali oleh ribuan pelancong dan di mana kemacetan lalu lintas dapat diamati pada jam 2 pagi pada hari kerja – sekarang benar-benar tidak bernyawa.
Nasib malang ini dirasakan oleh semua pegiat wisata dari kawasan resor kelas atas Nusa Dua hingga surga para peselancar backpacking di Canggu.
Meskipun Bali masih jauh dari episentrum COVID-19 jika dibandingkan dengan provinsi lain di Indonesia – terdapat lebih dari 9.000 kasus yang dikonfirmasi pada 1 Oktober dari total nasional lebih dari 290.000 – ekonomi pulau itu telah terpukul parah oleh pandemi.
Para ahli memperkirakan, 80 persen ekonominya bergantung secara langsung atau tidak langsung pada pariwisata. Sementara, Badan Pusat Statistik mengatakan pada Juli, pandemi telah menyebabkan penurunan 89 persen dalam jumlah wisatawan yang datang ke Bali.
Pulau ini telah mengalami resesi dengan produk domestik bruto menurun 10,98 persen antara April hingga Juni, lebih dari dua kali rata-rata nasional.
Situasi tersebut menurut Dinas Tenaga Kerja Bali, telah memicu sedikitnya 75.000 pekerja yang telah di-PHK atau dipaksa untuk mengambil cuti tidak dibayar. Bahkan mereka yang bisa mempertahankan pekerjaan mereka harus bertahan hidup dengan pemotongan gaji yang parah hingga 75 persen, kata pekerja yang diwawancarai oleh CNA.