JAKARTA- Pakar sejarah dari Universitas Gaja Mada (UGM) Dr. Sri Margana menilai, film Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia (G30S/PKI), cacat fakta.
Misalnya, pada adegan penyiksaan para jenderal di Lubang Buaya. Kata dia, hasil visum yang dilakukan para dokter tidak terbukti ada penyiksaan seperti pencukilan mata, pemotongan alat kelamin dan lainnya.
“Film ini terbukti cacat fakta yang sudah diakui oleh sutradaranya sendiri. Misalnya soal penyiksaan para jenderal sebelum dimasukan di Lubang Buaya itu terbukti dari arsip-arisp visum tidak ada, hanya dramatisasi,” kata Margana melalui keterangan tertulisnya, yang dikutip FIN, Kamis (10/1).
Baca Juga:Klaster Kondangan Cirebon Menyebar ke TemanggungCV Pengganti Jaksa Agung ST Burhanuddin Beredar di Setneg
Mengingat adanya unsur kekerasan dalam film G30S/PKI, Margana menekankan perlunya upaya sensor, sebab berpeluang dilihat oleh anak-anak.
“Sebaiknya yang ada unsur kekerasan tidak perlu ditayangkan, lagi pula faktanya tidak ada penyiksaan,”terangnya.
Dia mengatakan, masyarakat kini sudah cerdas bisa menilai fakta-fakta terkait film 30S/PKI.
“Masyarakat saat ini sudah cerdas. Sudah banyak beredar fakta-fakta baru terkait peristiwa G30S/PKI sehingga orang bisa membuat penilaian mana yang benar dan tidak di film itu,” ungkapnya.
Menurutnya, menjadikan peristiwa yang terjadi pada tahun 1965 sebagai memori kolektif bangsa merupakan hal yang baik agar persitiwa serupa tidak terulang kembali.
Namun, dia meminta masyarakat untuk tidak mewariskan dendam masa lalu pada generasi berikutnya. Sebab, dalam persitiwa yang terjadi di tahun 1965 itu merupakan konflik antar kelompok politik.
“Yang mengerikan itu hendak diwariskan pada semuanya yang tidak berkaitan dengan masalah itu. Jadi, jangan wariskan dendam,”pungkasnya. (dal/fin)