JAKARTA-Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Fadli Zon, membeberkan kesalahan pemahaman putri Bung Karno, Sukmawati Soekarnoputri, yang menyebut kalau Partai Komunis Indonesia (PKI) dulu berideologi Pancasila.
Fadli yang merupakan magister sejarah dan telah mewawancarai korban serta pelaku peristiwa itu menjelaskan, bahwa PKI melakukan pemberontakan sejak 1948. Terutama dimulai dengan hadirnya Muso, dan dibantu oleh Belanda.
Ia mengatakan, pada dasarnya PKI memang selalu menusuk dari belakang. Sebab, saat pemerintahan Soekarno-Hatta mempersiapkan agresi Belanda kedua, PKI malah membuat pemberontakan.
Baca Juga:Sukmawati: PKI Tidak Menolak Ideologi PancasilaPelaku Vandalisme Tinggal 50 Meter dari Mushola Darussalam, Begini Tampangnya
“Tiba-tiba 18 September tentu dimulai kerusuhan-kerusuhan di Solo Yogyakarta, dideklarasilah Soviet Madiun, dimulai Muso. Muso sebelumnya datang dibantu Belanda bisa masuk ke Indonesia,” kata Fadli Zon dalam Indonesia Lawyers Club (ILC) TvOne, Selasa malam, 29 September 2020.
Dia mengatakan, ada peran Belanda dari masuknya Muso yang merupakan tokoh awal PKI, dari Moskow. Menurut Fadli, PKI saat itu penasaran karena tidak terlibat dalam kemerdekaan Indonesia. Beda dengan tokoh-tokoh nasionalis dan Islam, yang berjuang untuk kemerdekaan bangsa.
Bahkan, kata Wakil Ketua DPR periode 2014-2019 itu, PKI di bawah Muso menyebut kalau proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 sebagai revolusi borjuis. Dan memang ingin melakukan koreksi terhadap proklamasi oleh Soekarno dan Hatta.
Datangya Muso dengan pemberontakan seperti di Madiun Jatim 1948, menurut Fadli, adalah karena ingin mengoreksi proklamasi. Dia mengecam Bung Karno hingga Bung Hatta. Ia mengatakan, hal itu jelas-jelas dikatakan Muso dalam karyanya Jalan Baru Indonesia.
Bahkan, lanjut Fadli, Muso mengakui bagaimana ideologi PKI. Bukan Pancasila seperti yang disebutkan oleh Sukmawati Soekarnoputri.
“Dan jelas-jelas di situ Bu Sukma mengatakan bahwa ideologi dari PKI itu Marxisme, Leninisme. Baca buku Jalan Baru untuk Indonesia, itu (ideologinya) Marxisme-Leninisme, bukan Pancasila,” tegas Fadli.
Atas aksi Muso itu, kata Fadli, Soekarno langsung berpidato dengan mengatakan bahwa gerakan itu sebagai upaya mengambil alih kekuasaan.
Baca Juga:Dokter Tirta: Kenapa Beribadah Dan Sekolah Enggak Boleh, Pilkada Lanjut?Polri Periksa 11 Saksi Kasus Kebakaran Gedung Utama Kejagung
“Dan Bung Karno mengatakan di akhir, pilih Soekarno-Hatta atau pilih Muso. Kemudian Muso menjawab dengan menghina Bung Karno berkali-kali, dia mengatakan bahwa pemerintahan pendudukan Jepang telah menjadi tukang jual romusa,” beber Fadli.