Keluarga Magdalena telah mendengar beberapa orang ditangkap baru-baru ini di lingkungan itu, tetapi mereka tidak tahu dia adalah anggota serikat SOBSI di Jakarta; baik mereka maupun Magdalena tidak tahu itu bisa menjadi masalah sejak awal.
Di kantor polisi, petugas mulai berteriak padanya, menginterogasinya. Mereka mengatakan kepadanya mereka tahu dia adalah anggota Gerwani. Namun dia bukan. Dia tidak tahu harus berkata apa kepada mereka, kecuali dia tidak tahu. Dia ada di Jakarta, kata mereka. Mungkin dia bahkan ada di pembantaian. Dia tidak tahu apa-apa tentang ini, katanya kepada mereka.
Interogasi ini dimulai, dan berhenti, dan mulai lagi, selama tujuh hari. Kemudian petugas membawanya ke kantor polisi lain, di Semarang. Begitu dia tiba, dia pingsan. Dia sakit, atau kewalahan. Dia pusing. Dia, pada saat itu, berusia 17 tahun.
Baca Juga:Fadli Zon Ungkap Kesalahan Pemahaman Sukmawati Sebut PKI Berideologi PancasilaSukmawati: PKI Tidak Menolak Ideologi Pancasila
Dia tidak yakin berapa lama dia berada di kantor polisi kedua sebelum dua petugas polisi memperkosanya. Dia adalah Gerwani, dalam pikiran polisi, yang berarti dia bukan manusia, dan bukan seorang wanita, tetapi seorang pembunuh yang bejat secara seksual. Musuh Indonesia dan Islam. Seorang penyihir. Orang-orang ini bertanggung jawab atas dirinya sekarang, tulis Vincent Bevins.
Pada 22 Oktober, Departemen Luar Negeri AS menerima laporan terperinci tentang tingkat dan sifat operasi Angkatan Darat ketika pembunuhan dimulai di Jawa. Penasihat Keamanan Nasional McGeorge Bundy menulis kepada Presiden Johnson, peristiwa di Indonesia sejak 30 September “sejauh ini merupakan pembenaran kebijakan AS terhadap Indonesia dalam beberapa tahun terakhir.”
Dua minggu kemudian, Gedung Putih memberi wewenang kepada stasiun CIA di Bangkok untuk menyediakan senjata kecil bagi kontak militernya di Jawa Tengah “untuk digunakan melawan PKI,” di samping pasokan medis yang akan datang dari stasiun CIA di Bangkok.
Pada Januari 1966, Senator Bobby Kennedy berkata, “Kami telah berbicara menentang pembantaian yang tidak manusiawi yang dilakukan oleh Nazi dan Komunis. Namun apakah kita juga akan berbicara menentang pembantaian yang tidak manusiawi di Indonesia, di mana lebih dari 100.000 orang yang diduga Komunis bukan pelaku tetapi korban?”