Sebagai pendekatan kebijakan luar negeri, Australia dapat mengkonseptualisasikan Indo-Pasifik dengan persyaratannya sendiri, Laura Allison-Reumann dan Eko Saputro menjelaskan. Namun sebagai strategi dan cara untuk meningkatkan hubungan, Australia memerlukan konsultasi dengan mitra-mitranya. Bagaimana konsep tersebut dirasakan dan ditanggapi akan memberi umpan balik mengenai bagaimana penerapannya.
Kurangnya konsultasi telah sering mengganggu hubungan Australia dengan mitra-mitra Asia-nya. Pada tahun 1973, mantan Perdana Menteri Australia Gough Whitlam mengajukan sebuah forum Asia dan Pasifik yang mencakup lima negara anggota Asosiasi Negara-negara Asia Tenggara (ASEAN), Australia, Selandia Baru, China, India dan Jepang. Namun saat berkunjung ke Jakarta pada tahun yang sama, tanggapan Presiden Suharto saat itu sudah jelas—tidak cukup banyak kepentingan umum di Asia yang bisa membuat rencana Whitlam dapat dijalankan.
Suharto meragukan “kegunaan konferensi formal atau organisasi” dalam format proposal Whitlam. Perdana Menteri Singapura Lee Kuan Yew juga menolak gagasan tersebut, yang menyatakan bahwa gagasan tersebut “kurang peka.” Di antara faktor-faktor lain, kurangnya konsultasi sebelumnya dan rincian yang cukup mengenai usulan tersebut berkontribusi pada penolakannya.
Baca Juga:Asisten II Sekda Lampung Selatan TersangkaBelum Memenuhi Target Cakupan Akta Kelahiran, 9 Provinsi Masuk Merah
Gagasan Kevin Rudd yang gagal untuk sebuah “Komunitas Asia Pasifik” pada tahun 2008 mengalami nasib yang sama. Akan sangat memalukan jika perkembangan masa depan tidak memperhatikan kejadian masa lalu untuk memungkinkan pandangan yang lebih kooperatif dalam dinamika regional di masa depan.
Ada beberapa bukti adanya koalesensi mengenai kepentingan dan potensi pendekatan yang berpusat pada—atau mencakup—negara-negara Samudera Hindia. Pernyataan yang dibuat di IORA—satu-satunya forum tingkat menteri yang mencakup hingga Samudra Hindia—tampaknya mendukung visi bersama untuk negara-negara Samudera Hindia dalam hal prioritas dan bidang kerja sama. Namun, visi bersama tentang konsep Indo-Pasifik yang lebih luas berpotensi lebih menantang untuk dipastikan.
Mantan Menteri Luar Negeri Indonesia Marty Natalegawa tidak menganggap gagasan Indo-Pasifik tidak sesuai dengan, misalnya, ASEAN, namun menyarankan agar fokusnya adalah mempromosikan perdamaian dan keamanan bersama daripada kebijakan penahanan dan aliansi. Sebagai menteri luar negeri pada tahun 2013, dia menyarankan “Indo-Pasifik” sebagai pendekatan untuk ASEAN. Sepuluh tahun sebelumnya, dia mendorong keanggotaan EAS agar bisa diperluas untuk mencakup Australia, India, dan Selandia Baru.