JAKARTA-Buku Putih Kebijakan Luar Negeri Australia yang dirilis pada November 2017, menegaskan kembali dan menekankan pentingnya hubungan Indonesia-Australia. Ini bukan hal yang baru, karena “Indonesia Country Strategy” yang dicanangkan pemerintahan Kevin Rudd pada 2013, dan strategi “Australia in the Asian Century” pemerintahan Julia Gillard pada 2012 memasukkan Indonesia ke dalam fokus kebijakan luar negeri mereka.
Jika ada hal baru di Buku Putih tersebut, itu adalah seberapa dekat hubungan strategis Australia dengan Indonesia jika ditempatkan dalam konteks Indo-Pasifik.
Buku Putih itu membuat argumen bahwa Australia harus bertanggung jawab atas keamanan dan kemakmurannya sendiri, dan pada saat yang sama mengakui bahwa Australia “lebih kuat saat berbagi beban kepemimpinan dengan mitra dan teman yang terpercaya.
Baca Juga:Asisten II Sekda Lampung Selatan TersangkaBelum Memenuhi Target Cakupan Akta Kelahiran, 9 Provinsi Masuk Merah
Walau mitra dan teman Australua tersebar di seluruh dunia, Buku Putih itu dengan jelas menyebutkan bahwa fokus Australia adalah pada rekan-rekan mereka di Indo-Pasifik, dan terutama dengan negara-negara besar di kawasan ini—Amerika Serikat, Jepang, India, Korea Selatan, dan Indonesia.
Perhatian yang diberikan kepada Indonesia dalam Buku Putih itu masuk akal dan konstruktif dalam konteks kepentingan strategis dan perdagangan Australia. Kedua negara adalah tetangga dekat, berbagi perbatasan maritim, dan hubungannya sudah berlangsung lama dan dewasa, meski ada saat-saat di mana terjadi ketegangan.
Indonesia, menurut beberapa perkiraan, diprediksi sebagai ekonomi terbesar kelima di dunia pada tahun 2030, memiliki warga kelas menengah yang berkembang, dan berlokasi secara strategis dalam hal ukuran, signifikansi, dan geografi di persimpangan Samudera Hindia dan Pasifik, Laura Allison-Reumann dan Eko Saputro mencatat.
Dalam hal hubungan ekonomi, Australia dan Indonesia telah menyelesaikan putaran 11 perundingan mengenai Kesepakatan Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia-Australia. Walau putaran ini diperkirakan akan menjadi babak final negosiasi, tampaknya beberapa isu masih belum terselesaikan, termasuk akses pasar dan layanan keuangan.
Di sisi keamanan, mereka baru-baru ini menegaskan kembali komitmen mereka terhadap Perjanjian Lombok tahun 2006, yang menjadi dasar pertahanan dan keamanan mereka. Kedua negara memiliki kepentingan bersama dalam—dan bekerja sama dalam—isu-isu seperti memerangi terorisme, perdagangan manusia, keamanan dan keamanan maritim, dan ketahanan pangan.