Padahal, rasio jumlah dokter di Indonesia terendah kedua di Asia Tenggara. Hanya 0,4 dokter per 1.000 penduduk. Rasio dokter spesialis lebih rendah lagi. Cuma 0,13 per 1.000 penduduk.
Dia menyebutkan, semakin banyak dokter yang meninggal, semakin besar beban layanan kesehatan. Sebagai gambaran, satu dokter mampu melayani 2.500 pasien. Jika kehilangan 117, lebih dari 300 ribu warga Indonesia akan kehilangan pelayanan dari dokter.
“Kasus kematian tenaga medis, termasuk dokter, yang terus bertambah membuat kami khawatir. Sebab beban layanan kesehatan akan bertambah,” ujar Ketua Umum PB IDI Daeng M Faqih, Senin (21/9).
Baca Juga:Menteri Agama Terkonfirmasi Positif Covid-19Rencana Kumpulkan Sekjen Partai Politik, Ini Kata Tito
IDI pun meminta perlindungan untuk para dokter diperkuat. Mulai dari alat pelindung diri (APD) yang tetap dikontrol dan harus terus tersedia, hingga melakukan pembatasan jam kerja bagi para dokter. Mereka tidak boleh dibiarkan bekerja lebih dari enam jam.
Selain menyebabkan kelelahan, panjangnya jam kerja itu bisa membuat para dokter tertular Covid-19 karena terlalu lama berinteraksi dengan pasien. Selain itu, IDI meminta dilakukannya pemeriksaan rutin PolymeraseChainReaction(PCR) untuk dokter. “Perlindungan tenaga kesehatan harus lebih diperkuat, supaya keselamatan tenaga medis terjaga dan tidak semakin banyak nyawa berjatuhan,” tegasnya.
Kekurangan dokter inilah yang sebelumnya dikhawatirkan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Hingga akhirnya, ia memberlakukan kembali PSBB. “Satu dokter meninggal artinya ratusan ribu warga kehilangan tenaga kesehatan. Jangan sampai kita kehilangan garda terakhir kita melawan Covid-19,” kata Anies, Rabu (9/9). [OKT]