JAKARTA-Senayan prihatin dengan adanya peristiwa orang tua yang tega membunuh anak kandungnya berusia 8 tahun karena kesulitan belajar secara online.
Adapun peristiwa tersebut terjadi di Kecamatan Larangan, Tangerang, Banten. Pelaku yang merupakan ibu rumah tangga, LH (26), diduga membunuh anaknya yang duduk di Kelas 1 SD lantaran kesulitan belajar online.
Peristiwa ini terungkap setelah polisi mendapatkan pengaduan dari warga yang menemukan makam mencurigakan di TPU Gunung Kendeng Desa Cipalabuh Kecamatan Cijaku Kabupaten Lebak, Banten.
Baca Juga:Inilah Daftar Pejabat yang Terkonfirmasi Positif COVID-19Li Meng Yan Ungkap Covid-19 Dibuat di Laboratorium Cina
“Dengan alasan dan kondisi apa pun, orang tua tidak dibenarkan sampai tega membunuh anak kandungnya sendiri. Kita sebagai orang tua, melakukan tindakan kekerasan terhadap anak saja dilarang oleh undang-undang, apalagi tega membunuhnya. Saya mengecam dengan keras tindakan tersebut,” tegas anggota Komisi Hukum DPR Adde Rosi Khoerunnisa dalam keterangan tertulisnya, kemarin.
Adde Rossi yang juga Kepala Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Provinsi Banten ini menjelaskan, kondisi pandemi Covid-19 telah memaksa sistem pembelajaran di sekolah dilakukan secara daring. Ini juga sekaligus ujian melatih kesabaran bagi para orang tua.
“Kita semua tentu tidak senang dan prihatin dengan kondisi seperti ini. Namun kita harus sabar, ikhlas dan terus semangat menjalani kehidupan yang tidak sedang nyaman bagi setiap orang ini,” katanya.
Harus disadari, kata dia, pandemi ini tidak hanya membuat kondisi perekonomian tidak stabil di lingkup keluarga sebagian masyarakat, namun juga telah mempengaruhi secara psikologis kondisi kejiwaannya.
Kasus pembunuhan anak oleh orang tuanya tersebut diduga tidak melulu karena anaknya susah diajari belajar online saja, namun juga faktor yang lainnya.
“Biar penyidik yang mengungkapnya,” ujarnya.
Komnas Perlindungan Anak (Komnas PA) mencatat kekerasan terhadap anak terus meningkat. Hingga 23 Juli 2020, bertepatan Peringatan Hari Anak Nasional (HAN), terdapat 809 kasus kekerasan yang diadukan ke Komnas Perempuan, 52 persen di antaranya merupakan kasus kekerasan seksual.
Sementara, berdasarkan data dari Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI) Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kementerian PPPA), hingga 19 Juni 2020, terdapat 1.849 kasus kekerasan seksual terhadap anak baik lakilaki maupun perempuan.