Para pendukung kandidat kemudian dapat diundang untuk konvoi sepeda motor dan mobil di sepanjang jalan utama. Ini memungkinkan seorang kandidat untuk mengumpulkan massa pendukung dan membuat ‘unjuk kekuatan’ untuk mengumpulkan lebih banyak dukungan atau mengintimidasi lawan.
Peristiwa risiko besar kedua tentu saja adalah hari pemungutan suara. Walau KPU awalnya merencanakan setiap TPS untuk melayani hingga 800 pemilih, KPU telah merevisi rencananya, mengusulkan batas baru 500 pemilih. Namun, itu tetap saja sejumlah besar orang dan masih akan menghasilkan kerumunan pemilih saat mereka menunggu untuk memilih.
Telah ada diskusi tentang memperkenalkan pemilihan elektronik, tetapi KPU telah memutuskan untuk melanjutkan dengan pemilihan manual, menyatakan sistemnya belum siap untuk e-voting.
Baca Juga:Hasil Riset: Warga Indonesia Paling Religius SeduniaAnggaran Setengah Triliun, FSGI Desak KPK Awasi Program Organisasi Penggerak
Peraturan tentang pengelolaan COVID-19 berkembang dengan cepat, dan seringkali berbeda antara pemerintah pusat dan daerah. KPU telah menerbitkan peraturan (Nomor 6 Tahun 2020) untuk menanggapi risiko memburuknya wabah COVID-19 selama Pilkada.
Sejumlah ketentuan terkait dengan masa kampanye. Itu termasuk persyaratan bagi semua peserta kampanye untuk menjaga jarak satu meter, persyaratan untuk peralatan pelindung pribadi (seperti masker, sarung tangan sekali pakai, dan face shield), dan aturan pertemuan publik hanya dapat diadakan di daerah-daerah di mana pemerintah telah menyatakan bebas dari COVID-19. KPU juga menyarankan agar para kandidat melakukan kampanye secara online, tulis Mada Sukmajati.
Protokol serupa akan diadopsi untuk pemungutan suara, seperti menyediakan sarung tangan sekali pakai dan masker untuk pemilih yang tidak memilikinya, dan desinfeksi peralatan secara rutin di TPS. Sebagai hasil dari langkah-langkah baru ini, KPU mengatakan Pilkada 2020 akan membutuhkan tambahan Rp4,7 triliun untuk dapat berjalan.
Peraturan adalah satu hal, menerapkannya di lapangan adalah hal lain. Bahkan jika lembaga pemilu mengeluarkan protokol kesehatan yang kuat untuk mengendalikan penyebaran COVID-19, akankah itu diterapkan di lapangan? Publik belum menunjukkan banyak disiplin dalam mematuhi protokol pemerintah yang ada untuk pengendalian COVID-19.
Melihat situasi ini, Menteri Dalam Negeri Tito telah meminta KPU dan Bawaslu untuk mengeluarkan sanksi tegas terhadap pelanggar, termasuk mendiskualifikasi kandidat yang tidak mematuhi protokol.