JAKARTA – Bank Dunia angkat suara soal Omnibus Law. Diyakini, salah satu pasal dalam Omnibus Law, yakni Cipta Kerja mampu memulihkan ekonomi Indonesia pasca dihantam pandemi Covid-19.
“Saya menilai Omnibus Law ini seperti bensin utama menuju pemulihan (ekonomi Indonesia),” kata Kepala Ekonom World Bank Indonesia Frederico Gil Sander dalam video daring, kemarin (16/7).
Ia menyebutkan, dalam Omnibus Law nantinya investasi asing akan deras masuk ke Indonesia. Pasalnya, investor asing tidak terhambat oleh aturan-aturan yang panjang dan diskriminasi terhadap investor asing.
Baca Juga:Suhu Udara Naik 1,5 Derajat Celcius, Indonesia Berpotensi KekeringanIPW: Ada Persekongkolan Jahat dari Sejumlah Oknum Pejabat Lindungi Joko Tjandra
“RUU Omnibus Law ini efektif. Sebab adanya revisis soal aturan investasi yang meniadakan diskriminasi terhadap investasi asing. Aturan ini akan memberikan semangat bagi investor asing di Indoenesia,” ujarnya.
Kesempatan yang sama, Menteri koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto memperkirakan RUU Ciptaker mampu menarik investasi hingga USD6,9 miliar atau setara Rp100 triliun. “Ini karena pemerintah Indonesia memberikan sinyak terbuka atau tidak membatasi bisnis kepada mereka (investor asing),” katanya.
Di sisi lain, RUU Ciptaker juga akan meningkatkan persaingan daya saing di tengah pandemi Covid-19. Selain itu, regulasi tersebut juga bisa menjadi jalan bagi pemerintah dalam reformasi ekonomi sehingga perekonomian Indonesia bisa tumbuh. ” (RUU Ciptaker) juga bisa menciptakan refomasi ekonomi seperti mengubah offline menjadi online,” ucapnya.
Hanya saja, Country Director World Bank Indonesia Satu Kahkonen menambahkan, untuk RUU Ciptaker bagian lingkungan hidupnya sebaiknya direvisi. Sebab akan menjauhkan Indonesia dari pelestarian lingkungan hidup. “Untuk bagian lingkungan hidup ini tidak menguntungkan. Sebab justru akan menjauhkan indonesia dari pelestarian lingkungan hidup,” katanya.
Begitupun soal poin ketenagakerjaan masih belum jelas dampaknya bagi pekerja di dalam negeri, terutama masalah pesangon. Untuk itu, Bank Dunia menilai untuk RUU Ciptaker tidak terburu-buru disahkan dulu sebelum dilakukan penyempurnaan terhadap poin-poin tersebut.
Terpisah, ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Ariyo Irhamna meminta pemerintah untuk mendengarkan masukan-masukan dari publik terkait adanya potensi kerusakan lingkungan. Sebelum disahkan dan menimbulkan polemik, maka perlu dilakukan revisi terlebih dahulu. “DPR perlu mendengarkan masukan dari publik yg mengkritisi poin-poin RUU Omnibus Law seperti hal-hal yang berkaitan potensi kerusakan lingkungan, dan lain-lainnya,” ujarnya kepada Fajar Indonesia Network (FIN), kemarin (16/7).